Senin, 02 Agustus 2021

Perbincangan Seputar Teater

 Oleh: Eko Santosa

Fakta memperlihatkan bahwa kehidupan teater di kota-kota besar masih bergairah sampai saat ini.  Hal ini ditandai dengan hadirnya kelompok-kelompok teater mahasiswa atau komunitas. Meskipun kebanyakan dari kelompok ini bukan merupakan kelompok profesional, namun antusiasme untuk selalu menghasilkan karya sangat tinggi. Dalam setiap tahun selalu saja ada pementasan teater yang digelar oleh masing-masing kelompok. Lepas dari soal kualitas atau profesionalitas, produksi teater yang dihasilkan memberikan kegembiraan yang luar biasa. Para pelaku teater kampus dan komunitas ini seolah mengabarkan bahwa apapun yang terjadi, teater akan tetap terus diproduksi dan alir generasi tidak akan mati.

Sesuai tradisi teater yang mengedepankan dialektika, proses produksi dan pasca produksi selalu dihiasi diskusi-diskusi, baik di antara mereka sendiri atau dengan mengundang orang lain secara terbuka. Perbincangan dalam diskusi umumnya tidak hanya menyoal gagasan produksi, visualisasi artistik, dan teknis pementasan, namun juga menyasar ke hal-hal yang ada di seputar teater. Bahkan, apa yang di seputar teater seringkali menjadi alasan beberapa orang untuk bergabung ke dalam teater komunitas. Misalnya saja, teater menjadi pilihan untuk meningkatkan rasa percaya diri, menjalin hubungan sosial, berorganisasi, dan melatih manajemen diri. Oleh karena itu, diskusi teater bisa saja berjalan alot dan (sok) idealis, namun perbincangan-perbincangan yang tercipta di sela-selanya bisa jadi sangat cair. Di dalam perbincangan semacam ini, banyak pertanyaan atau keinginan terkait diri dan teater yang hadir. Berikut adalah di antaranya.

 

1.     Antara aktor dan artis

Alasan umum seseorang bergabung ke dalam komunitas teater adalah rasa inginnya untuk menjadi aktor terkenal. Meskipun tidak semua orang memiliki alasan yang sama, namun pesona aktor terkenal ini mampu menjadi daya tarik yang sangat kuat. Tidak mengherankan karenanya, ketika  banyak orang bergabung ke teater memang untuk bermain teater dan bukan menjadi pekerja artistik atau tim produksi. Namun demikian, tidak menunggu waktu lama, hasrat untuk menjadi aktor terkenal tidak dapat menemukan jalannya. Alhasil banyak orang yang kemudian meninggalkan komunitas teater berbarengan dengan orang baru yang ingin bergabung dengan alasan sama. Siklus ini berjalan hampir setiap tahun di teater kampus atau komunitas. Karena siklus ini pula, keberadaan teater kampus atau komunitas yang selalu membuka keanggotaan baru terselamatkan.


Fenomena aktor terkenal yang merasuk dalam pikiran ke setiap orang sebenarnya hanyalah tampilan muka saja. Artinya, orang-orang tersebut tidak paham sepenuhnya profesi aktor. Bahkan kemungkinan besar yang mereka anggap aktor sebenarnya hanyalah artis (selebriti) di dunia hiburan televisi berbasis akting. Informasi tampilan muka para artis yang sebagian besar dibesarkan oleh media menyajikan keindahan gambar atau gemerlap hidup yang menjadi impian banyak orang. Gambaran tersebut benar-benar indah dan menyenangkan. Seolah tidak ada kesedihan dalam diri para artis. Padahal kejadian belakang layar atau kehidupan mereka sesungguhnya mungkin saja berbeda.

 

Dalam banyak perbicangan ringan seputar pementasan, banyak sekali pemeran yang saling bertanya antara satu dengan yang lain soal kualitas penampilan mereka di atas panggung. Pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya banal, karena di antara mereka seungguhnya ingin mendapat sanjungan sehingga mimpi aktor yang artis itu bisa semakin dekat. Padahal, bagi aktor profesional, sanjungan bisa jadi tidak perlu dihiraukan karena itu bisa jadi justru menjebak diri mereka dan mungkin malah menjadi hal yang tidak menguntungkan bagi karier. Namun demikian, para calon aktor artis ini merasa bahwa sanjungan diperlukan untuk meneguhkan bahwa mereka memang cocok menjadi aktor artis.

 

Mimpi aktor artis ini merupakan mimpi ideal tertutama berkaitan dengan penghasilan yang mana melalui berita-berita di media disajikan secara glamor kehidupan para artis ini. Hampir tidak ada berita yang menginformasikan proses yang mesti dialami untuk menjadi artis dan apa yang mesti dilakukan untuk bertahan dalam posisi yang sedemikian. Nah, di dalam teater yang sesungguhnya, proses ini sedikit-banyak diwujudkan secara nyata di mana seorang pemeran mesti berlatih dengan keras dan belajar dengan suntuk. Oleh karena itu pulalah, banyak anggota teater berguguran setelah satu atau dua produksi karena mereka merasa tidak segera mendapat ketenaran meski telah bermain peran di atas panggung. Artinya, mulai muncul kesadaran bahwa tangga menuju aktor  artis itu tidak mudah untuk didaki dan teater tidak bisa menyediakan jalan pintas untuk menuju puncak. Hal ini mengakibatkan pupusnya keinginan yang telah pernah membuncah ketika pertama kali bergabung dalam komunitas teater. Orang yang pupus keinginan itu kemudian pergi untuk digantikan orang baru dengan keinginan sama yang membuncah, dan teater kembali menjalani siklusnya.