Oleh: Eko Santosa
A. Pendahuluan
Umumnya,
proses penciptaan teater di sekolah menggunakan konsep teater dramatik berbasis
naskah. Konsep ini mengharuskan semua yang terlibat untuk bekerja sesuai arahan
lakon yang telah ditentukan. Sutradara merancang konsep laku lakon mulai dari
para pemain hingga tata artistiknya. Para pemain diharuskan mampu mengelola
tubuh, suara, dan jiwanya dalam memainkan sebuah peran sesuai dengan karakte. Para
penata artistik pun demikian, mencoa mewujudkan seluruh elemen pendukung itu
sesuai dengan arahan lakon. Proses perwujudan dari lakon ke dalam sebuah
pertunjukan dengan demikian memerlukan waktu yang tidaklah sebentar.
Sementara itu di sisi lain, waktu yang tersedia bagi proses
teater di sekolah biasanya sangatlah terbatas. Oleh karena itu diperlukan
sebuah pendekatan lain yang dapat dikerjakan dengan cara yang lebih rileks
namun mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam pembahasan ini pendekatan
yang coba diungkapkan adalah theater game.
Theatre game pertama kali digunakan oleh Viola Spolin pada
tahun 1946 untuk melatih para aktor muda di Hollywood. Model pelatihannya
adalah teater improvisasi di mana pemain teater dilatih untuk melakukan
potongan-potongan adegan secara improvisatoris dengan maksud dan tujuan
tertentu. Theatre games secara
sederhana dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran seni teater
melalui permainan. Permainan yang diciptakan dapat digunakan untuk mempelajari
bidang-bidang dalam teater baik
secara mandiri atau
terintegrasi. Theatre games mengajarkan sesuatu secara tidak langsung melalui sebuah permainan
sehingga tanpa disadari, siswa sedang atau telah mempelajari sesuatu dalam
permainan tersebut. Karena sifatnya yang tidak langsung pada tujuan maka game
dapat mengajarkan hal-hal lain di sebalik teater (beyond the theater),
yang mendukung proses berteater.
Metode yang ditawarkan oleh Spolin bukanlah satu-satunya
metode pembelajaran teater di sekolah. Namun, keberadaan theatre games mampu menyegarkan pandangan akan bentuk dan model
pelatihan teater. Bahkan John Caird (2010) menyarankan para sutradara untuk
menggunakannya dalam sesi awal pelatihan teater profesional ketika para pemain
baru pertama kali berkumpul dan butuh sosialisasi. Keluwesan model theatre games baik dari jenis permainan
maupun pelaksanaannya memungkinkan untuk diaplikasikan di sekolah. Terlebih,
ketika nilai-nilai pribadi, sosial, dan budaya dapat dengan mudah
diimplementasikan di dalamnya.