Kamis, 25 Maret 2021

PRINSIP KERJA AKTOR DALAM PANDANGAN D.W. BROWN

 Oleh : Eko Santosa

Pekerjaan utama seorang aktor adalah akting. Masyarakat mengakui seseorang sebagai aktor karena kepiawaiannya berakting dalam pementasan teater, film ataupun drama televisi yang disaksikan. Karena bergantung pada media yang digunakan dalam unjuk kebolehan, maka seorang aktor harus menjaga keajegan penampilannya. Artinya, ia tidak bisa diam atau absen terlalu lama dari panggung, film, televisi ataupun media lain tempatnya unjuk keterampilan berakting. Untuk itu, aktor harus selalu menyiapkan dirinya baik dalam keadaan sedang terlibat di dalam sebuah produksi ataupun sedang berada dalam aktivitas pendukung lainnya. Sebagai upaya bersiap diri, seorang aktor musti memiliki prinsip yang mana dapat dijadikan patokan atau panduan bagi dirinya dalam melanggenggkan karir yang ditapaki.

D.W. Brown[1] menjelaskan 3 prinsip kerja aktor, yaitu bekerja dengan diri sendiri, tekun, dan selalu mengembangkan kebiasaan baik dalam bekerja. Bisa jadi setiap aktor memiliki prinsip yang berbeda dalam bekerja, namun apa yang disampaikan oleh Brown merupakan prinsip mendasar yang semestinya ada dalam diri setiap aktor. Karena, dalam mengembangkan karir akting, memang seorang aktor tidak bisa tidak bekerja dengan dirinya sendiri, ia juga tidak akan berhasil jika tidak tekun serta tidak mungkin pula ia memelihara kebiasaan buruk dalam bekerja. Guna memberi gambaran penjelas mengenai ketiga prinsip tersebut, berikut diuraikan interpretasi atas pendapat Brown yang disariterjemahkan dari bukunya yang berjudul You Can Act! A Complete Guide For Actors, khusus pada bahasan “Principles for the Actor”, terbitan Michael Wise Production tahun 2009.

1.   Bekerja Dengan Diri Sendiri

Seorang aktor dalam bekerja dengan dirinya sendiri, menurut Brown, mesti terlebih dahulu mengenal diri sendiri. Hal ini merupakan dasar pemahaman karakter diri sebelum memerankan karakter orang/tokoh lain. Berikutnya adalah menjaga kepercayaan diri, memperkaya pengalaman, dan mengembangkan kemampuan tubuh dan suara. Semua ini mesti ada dalam diri dan menjadi semangat bagi seorang aktor untuk bekerja dengan dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena di dalam kerja akting atau pemeranan sebenarnya tidak ada seorang pun yang mampu menggantikan kerja pemeranan selain aktor itu sendiri. Artinya, kemandirian seorang aktor dalam mengembangkan kompetensinya adalah kesemestian.

 a.     Memahami Diri

Brown menjelaskan bahwa kemegahan kebudayaan Yunani Kuno didasarkan pada 2 prinsip yaitu, “Tidak Berlebihan” dan “Memahami Diri”. Aktor, sebagai seorang seniman, mestinya juga memiliki prinsip semacam ini terutama dalam hal memahami diri sebagai manusia. Studi atas diri merupakan jalan yang paling nyata untuk mengembangkan kepekaan indra, kepekaan atas kebenaran, dan apresiasi terhadap kehidupan itu sendiri. Seorang aktor mesti mampu memahami dunia melalui kesadaran atas keberadaan dunia tersebut di dalam dirinya sendiri. Secara lebih khusus, memahami diri bagi aktor sangat penting artinya karena dapat dijadikan pijakan kerja analisis karakter.

 

Seorang aktor mesti mau menerima dirinya apa adanya dan terbuka terhadap dirinya. Ia mesti mempelajari secara mendalam hal-ihwal dirinya. Semua hal yang pernah dilibati dalam kehidupan dapat dipelajari dan dijadikan dasar untuk memahami capaian yang diinginkan. Dalam konteks ini, seorang aktor mesti menyadari bahwa diri dan segala sesuatu yang ada dalam dirinya adalah modal awal yang besar. Kesadaran ini akan mengarahkan aktor pada keberterimaan sehingga ia siap untuk melakukan apa yang diinginkan dengan modal yang telah ia miliki dalam diri seperti pengalaman, pemikiran, perasaan, emosi, filosofi, dan seluruh rangkuman perjalanan hidup yang telah dilalui.

 

Dasar Konsentrasi dan Imajinasi

Oleh: Eko Santosa

Konsentrasi dan imajinasi merupakan hal pokok bagi seorang aktor Di dalam khasanah pembelajaran seni akting, konsentrasi dan imajinasi dapat dikelompokkan ke dalam olah rasa. Meskipun tujuan akhirnya adalah pencapaian penghayatan peran, namun keharusan untuk membangun konsentrasi dan imajinasi adalah landasan dan tahapan yang penting. Banyak ditemui dalam pengalaman latihan kelompok teater amatir fundamen konsentrasi dan imajinasi tidak atau belum diberikan. Pelatihan langsung mengarah pada core konsentrasi dan imajinasi. Umum diketahui, bahwa pelatihan konsentrasi berupa meditasi atau menenangkan dan mengarahkan fikiran untuk fokus dalam satu hal diawali dari pengaturan nafas. Sementara dalam pelatihan imajinasi yang selalu muncul adalah kata atau perintah, “Bayangkan!” dan diikuti instruksi berikutnya. Umumnya latihan ini bersifat improvisasi. Terry Schreiber dan Mary Beth Barber (2005) menjelaskan konsentrasi dan imajinasi yang mesti dibangun oleh aktor dimulai dari dasar. Artinya, pemahaman dan pelatihan konsentrasi tidak langsung menuju pada meditasi dan untuk imajinasi tidak langsung menuju pada sesuatu yang abstrak yang mesti dibayangkan. Konsentrasi dapat dibangun melalui kepekaan indra dan imajinasi dapat dibangun melalui jiwa bermain seperti yang dimiliki anak-anak.

1.     Konsentrasi

Pikiran yang jernih dan perseptif memang merupakan hal yang sangat penting untuk menginterpretasi peran, namun Schreiber dan Barber menyatakan bahwa sesitivitas dan instink tidak boleh ditinggalkan. Tanpa keduanya, latihan konsentrasi hanya akan menciptakan aktor yang mampu berlaku dan berbicara tanpa emosi. Untuk itu, aktor harus dikembalikan kepada pengalaman masa anak-anak dalam meningkatkan kepekaan pancaindra demi mencapai level konsentrasi yang nyata.

 a.   Indra penciuman

Kegunaan indra penciuman di dalam seni akting tidak hanya sekedar untuk menghayati peran terkait dengan bau. Namun lebih dalam, penciuman mampu membawa pikiran seseorang akan orang lain, tempat, peristiwa dan hal-hal lain yang mempengaruhi atau berarti dalam hidupnya. Mungkin kita akan sedikit menyangkal tentang hal ini namun kemudian mengiyakan ketika bau parfum tertentu dapat mengingatkan kita pada seorang beserta peristiwa yang pernah dilalui bersama. Bau-bauan dengan demikian membangkitkan sensitivtas, mendayakan ingatan dan kesadaran serta emosi.


Pelatihan teater dasar terkait indra penciuman ini umumnya dilakukan untuk membedakan bau benda tertentu. Tujuan dasarnya adalah kepekaan akan bau. Secara lebih jauh, Schreiber dan Barber memberikan pemahaman bahwa indra penciuman tidak saja hanya menyangkut kepekaan hidung manusia namun juga akibat fisik dan kejiwaan yang dapat terjadi. Kita mungkin pernah melihat atau mengalami sendiri ketika membaui sesuatu langsung perut kita mual, atau kepala kita pusing atau tiba-tiba membuat kita marah atau tindakan emosional lainnya. Pelatihan indera penciuman oleh karenanya dapat digunakan sebagai pemantik lahirnya konsentrasi.


Ilmuwan, menurut Schreiber dan Barber, mengfirmasi bahwa bau merupakan kunci untuk membuka bawah sadar manusia. Bawah sadar yang akan mengarahkan pada peristiwa dan orang-orang di masa lalu. Hal itu terjadi karena hidung terletak sangat dekat dengan bagian otak yang memiliki fungsi gudang memori, karena itulah sensasi bau sangat khas dan berbeda dengan sensasi indra peraba bahkan penglihatan. Efek utama dari sensasi bau adalah  keterhubungan langsungnya dengan brankas memori yang ada di kepala kita. Meningkatkan kepekaan terhadap bau dapat membantu aktor mengakses kelengkapan perlatan untuk mengingat persiapan dan memperdalam konsentrasi di atas panggung. Pengalaman membuktikan bahwa banyak aktor kenamaan yang bersandar pada sensaisi bau untk membangun kejiwaan peran.


Mengingat gegitu pentingnya penciuman bagi aktor dalam rangka meningkatkan konsentrasi dan menghayati karakter, maka pelatihannya mesti diperhatikan. Bagaimana bau mampu membangkitkan kenangan dan melahirkan emosi atasnya perlu menjadi pertimbangan. Dengan demikian, latihan indra penciuman tidak hanya berhenti pada fungsi fisik hidung dalam membedakan setiap bau yang ada. Sensasi ingatan atau memori aktor mesti bisa dibangkitkan melalui indra penciuman.