Kamis, 25 Maret 2021

PRINSIP KERJA AKTOR DALAM PANDANGAN D.W. BROWN

 Oleh : Eko Santosa

Pekerjaan utama seorang aktor adalah akting. Masyarakat mengakui seseorang sebagai aktor karena kepiawaiannya berakting dalam pementasan teater, film ataupun drama televisi yang disaksikan. Karena bergantung pada media yang digunakan dalam unjuk kebolehan, maka seorang aktor harus menjaga keajegan penampilannya. Artinya, ia tidak bisa diam atau absen terlalu lama dari panggung, film, televisi ataupun media lain tempatnya unjuk keterampilan berakting. Untuk itu, aktor harus selalu menyiapkan dirinya baik dalam keadaan sedang terlibat di dalam sebuah produksi ataupun sedang berada dalam aktivitas pendukung lainnya. Sebagai upaya bersiap diri, seorang aktor musti memiliki prinsip yang mana dapat dijadikan patokan atau panduan bagi dirinya dalam melanggenggkan karir yang ditapaki.

D.W. Brown[1] menjelaskan 3 prinsip kerja aktor, yaitu bekerja dengan diri sendiri, tekun, dan selalu mengembangkan kebiasaan baik dalam bekerja. Bisa jadi setiap aktor memiliki prinsip yang berbeda dalam bekerja, namun apa yang disampaikan oleh Brown merupakan prinsip mendasar yang semestinya ada dalam diri setiap aktor. Karena, dalam mengembangkan karir akting, memang seorang aktor tidak bisa tidak bekerja dengan dirinya sendiri, ia juga tidak akan berhasil jika tidak tekun serta tidak mungkin pula ia memelihara kebiasaan buruk dalam bekerja. Guna memberi gambaran penjelas mengenai ketiga prinsip tersebut, berikut diuraikan interpretasi atas pendapat Brown yang disariterjemahkan dari bukunya yang berjudul You Can Act! A Complete Guide For Actors, khusus pada bahasan “Principles for the Actor”, terbitan Michael Wise Production tahun 2009.

1.   Bekerja Dengan Diri Sendiri

Seorang aktor dalam bekerja dengan dirinya sendiri, menurut Brown, mesti terlebih dahulu mengenal diri sendiri. Hal ini merupakan dasar pemahaman karakter diri sebelum memerankan karakter orang/tokoh lain. Berikutnya adalah menjaga kepercayaan diri, memperkaya pengalaman, dan mengembangkan kemampuan tubuh dan suara. Semua ini mesti ada dalam diri dan menjadi semangat bagi seorang aktor untuk bekerja dengan dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena di dalam kerja akting atau pemeranan sebenarnya tidak ada seorang pun yang mampu menggantikan kerja pemeranan selain aktor itu sendiri. Artinya, kemandirian seorang aktor dalam mengembangkan kompetensinya adalah kesemestian.

 a.     Memahami Diri

Brown menjelaskan bahwa kemegahan kebudayaan Yunani Kuno didasarkan pada 2 prinsip yaitu, “Tidak Berlebihan” dan “Memahami Diri”. Aktor, sebagai seorang seniman, mestinya juga memiliki prinsip semacam ini terutama dalam hal memahami diri sebagai manusia. Studi atas diri merupakan jalan yang paling nyata untuk mengembangkan kepekaan indra, kepekaan atas kebenaran, dan apresiasi terhadap kehidupan itu sendiri. Seorang aktor mesti mampu memahami dunia melalui kesadaran atas keberadaan dunia tersebut di dalam dirinya sendiri. Secara lebih khusus, memahami diri bagi aktor sangat penting artinya karena dapat dijadikan pijakan kerja analisis karakter.

 

Seorang aktor mesti mau menerima dirinya apa adanya dan terbuka terhadap dirinya. Ia mesti mempelajari secara mendalam hal-ihwal dirinya. Semua hal yang pernah dilibati dalam kehidupan dapat dipelajari dan dijadikan dasar untuk memahami capaian yang diinginkan. Dalam konteks ini, seorang aktor mesti menyadari bahwa diri dan segala sesuatu yang ada dalam dirinya adalah modal awal yang besar. Kesadaran ini akan mengarahkan aktor pada keberterimaan sehingga ia siap untuk melakukan apa yang diinginkan dengan modal yang telah ia miliki dalam diri seperti pengalaman, pemikiran, perasaan, emosi, filosofi, dan seluruh rangkuman perjalanan hidup yang telah dilalui.

 

Kondisi memahami diri sangat penting bagi aktor untuk dapat menghidupkan dirinya sendiri. Ya, seorang aktor mesti mau menghidupkan hidupnya, dalam artian ia tidak perlu hidup dengan mengenakan topeng. Seorang aktor mesti bangga dengan dirinya sendiri, bangga dengan segala kekurangan dan kelebihan. Seorang aktor mesti menghadapi segala persoalan atas nama dirinya sendiri. Artinya, ia tidak perlu mesti menempatkan diri di tengah-tengah yang mana posisi ini sering dianggap menguntungkan dalam sebuah masalah. Seorang aktor harus berani memutuskan, karena pada kerja nyatanya memang ia sendirilah yang mesti memutuskan untuk menerima atau tidak peran yang diberikan padanya. Dalam hal ini, aktor tidak bisa berada di tengah-tengah. Ketika berakting pun prinsip ini sangat diperlukan karena penonton akan lebih senang melihat seorang aktor bermain dengan caranya sendiri ketimbang meniru aktor lain.

 

Memahami diri bagi setiap orang akan melahirkan ketakutan karena hal itu akan mengantarkannya pada kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan. Ketakutan semacam ini tidak perlu dihindari, namun justru mesti diakui karena itu akan menyadarkan seseorang akan batas-batas dirinya. Bagi aktor, kesadaran akan batas atau kelemahan dan kekurangan dapat dijadikan pemicu diri untuk bangkit sehingga tidak perlu menyalahkan orang lain atau keadaan. Menyalahkan hal-hal yang ada di luar diri tidak akan membawa pengaruh positif melainkan hanya perasaan lega sementara namun tidak sejujurnya.

 

Kesadaran untuk mau mengenali dan memahami diri apa adanya akan membawa aktor dalam kedewasaan bersikap. Satu hal yang sangat sulit namun berarti, bahkan dalam hidup setiap orang. Kedewasaan memerlukan proses yang mana seorang aktor mesti mau beranjak dari kemapanan yang selama ini dimiliki. Ketika seorang aktor mulai mau mempelajari apa dan siapa dirinya secara terbuka, maka sebongkah rasa tak nyaman akan hadir. Namun demikian, hal ini mesti dilalui. Dengan mau terbuka pada diri sendiri, seorang aktor sebenarnya telah menemukan jalan untuk meninggalkan kemapanan yang selama ini dimiliki menuju pada kerja akting, yaitu rasa cinta. Dengan rasa cinta, kemauan akan selalu bertumbuh dan energi yang dihasilkan positif. Dengan rasa cinta, aktor akan mampu menghidupkan hidupnya dan menghadapi tantangan penuh semangat dan gembira.

 

 

b.     Menjaga Kepercayaan Diri

Cara aktor menjaga kepercayaan diri menurut Brown adalah dengan mempercayai diri sendiri, percaya pada karya yang dihasilkan, dan memperluas zona nyaman. Ketiga hal ini mesti senantiasa diperhatikan oleh aktor. Mempercayai diri sendiri berarti selalu membangun sikap positif dalam diri. Setiap aktor, dalam usahanya, selalu akan menemukan tantangan dan hambatan. Mempercayai diri dapat membantu aktor melewati tantangan dan hambatan. Aktor yang mudah menyerah dan kemudian menyalahkan diri sendiri tidak akan bisa melangkah jauh. Banyak pengalaman memberikan contoh, misalnya, seseorang yang belum bergerak sudah menyatakan ketaksanggupan karena ia berpikir bahwa tubuhya tidak mungkin melakukan gerakan tersebut. Orang tersebut dengan sendirinya tidak akan pernah tahu dengan pasti apakah tubuhnya mampu melakukan gerakan tersebut karena ia menyerah sebelum mencoba.

 

Aktor semestinya tidaklah demikian. Bisa dibayangkan jika seorang aktor belum berusaha atau melakukan latihan telah membangun pikiran dalam kepalanya bahwa ia tidak akan bisa memerankan tokoh yang diberikan. Tentu saja aktor tersebut tidak akan mendapatkan perannya. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus, maka ia lebih baik tidak bekerja sebagai aktor. Untuk itu, memberikan rasa percaya pada semangat, kemampuan, bakat, pemikiran, dan segala hal yang ada dalam diri sangat penting artinya. Brown menyatakan bahwa seorang aktor harus mampu mengakrabi diri dan menjadikannya sahabat karib sehingga dukungan positif selalu didapatkan. Persis seperti halnya sahabat karib dalam kehidupan sosial yang selalu mendorong atas usaha-usaha positif yang dilakukan oleh sahabatnya.

 

Kepercayaan pada diri sendiri yang dimiliki aktor secara pasti akan membawa kepercayaan pada hasil kerjanya. Hal ini terjadi karena aktor telah memahami dan mempercayakan segala capaian pada dirinya sendiri. Artinya, baik-buruk hasil yang didapatkan dalam setiap karya merupakan satu pengalaman yang mana di dalamnya terdapat banyak pelajaran. Dengan mempercayai diri, maka aktor akan mau menerima hasil kerjanya dan percaya bahwa dalam saat itu, hasil itulah yang terbaik yang telah ia lakukan. Kondisi ini akan melahirkan sikap keberterimaan sehingga aktor tidak perlu mengeluh, menyalahkan diri sendiri atau orang lain atas hasil yang kurang baik serta tidak berbangga hati dan lupa diri ketika hasilnya baik dan melebihi ekspektasi.

 

Kepercayaan pada hasil kerja yang mewujud karena rasa percaya pada diri sendiri akan membukakan pintu lebar bagi aktor untuk mengapresiasi karya sesuai dengan prasyarat yang ada serta menimbulkan harapan kemajuan bagi karya berikutnya. Seorang aktor harus selalu berharap pada karya yang lebih berkulitas dengan capaian yang lebih efektif. Kondisi ini akan membuat seorang aktor belajar tentang bagaimana cara belajar untuk memenuhi target yang ditetapkan. Oleh karena itu, ia tidak akan melingkar-lingkar pada cara yang sama dalam bekerja. Ketika mendekati peran misalnya, aktor yang mampu belajar cara belajar akan menemukan banyak metode pendekatan peran baik dari hasil analisis atas teknik yang pernah ia kerjakan atau merangkum berbagai teknik yang pernah ia pelajari sebelumnya. Sementara aktor yang tidak bisa belajar, akan melingkar-lingkar dengan cara yang sama untuk setiap peran yang dilakoninya. Keterbukaan untuk belajar sebagai hasil dari kepercayaan diri dan kerja ini dapat mengantarkan aktor pada proses pembelajaran tiada henti bagi dirinya sendiri dengan mengkoneksikan aspek-aspek yang ada di luar diri.

 

Keterbukaan dan kemauan untuk terus belajar membawa akibat bahwasanya aktor tidak akan berdiam dalam waktu lama di satu zona nyaman. Ia akan memperlebar zona tersebut melalui berbagai macam pengalaman dan pembelajaran. Ia akan menerima dan menghadapi setiap tantangan baru. Tantangan selalu melahirkan kekhawatiran atau bahkan ketakutan. Namun dengan pecaya pada diri sendiri, seorang aktor telah menumbuhan kekuatannya untuk memberanikan diri menerima dan menghadapi ketakutan.

 

Brown, menejelaskan bahwa aktor yang belajar dengan memahami dan percaya pada dirinya sendiri, akan mengubah ketakutan menjadi energi positif untuk berkarya dan sekaligus melewati tantangan-tantangan. Dengan kepercayaan diri, yang lahir karena keberterimaan dan kesadaran akan diri, seorang aktor tidak akan pernah khawatir untuk meninggalkan zona nyaman demi tantangan pembelajaran baru. Hanya dengan itulah kreasinya dapat berkembang dan kualitas karyanya akan semakin matang. Terlalu lama duduk diam dalam zona nyaman justru akan membatukan bakat karena menghindari pembelajaran baru.

 

c.     Memperkaya Pengalaman

Seorang aktor mesti memperkaya dirinya dengan pengalaman. Tindak mengalami bukan berarti melulu hanya soal akting atau bermain dalam produksi. Tindak mengalami adalah segala aktivitas dalam hidup yang dapat dialami oleh aktor yang digunakan sebagai pembelajaran. Brown menyarakan agar seorang aktor mau mempelajari dunia dan keadaannya, mempertajam indra, dan bertumbuh dengan budaya yang ada.

 

Mempelajari dunia dengan segala keadaannya adalah mencoba memahami sisi dunia yang ingin diketahui secara sungguh-sungguh dan total. Dalam konteks ini, perjalanan adalah pelajaran yang sangat berharga bagi seorang aktor untuk mempelajari satu sisi dunia yang diinginkan. Jika hal tersebut tidak mampu dilakukan karena satu dan lain sebab, maka buku bacaan, media audio video terkait materi yang akan dipelajari serta bercakap-cakap dengan orang yang mumpuni dapat dilakukan. Brown menggambarkan, jika seorang aktor ingin mengetahui keadaan satu kota tertentu beserta kehidupannya, yang mana kota tersebut sangat representatif bagi aktor untuk dipelajari, maka segala hal mengenai kota itu mesti diketahui baik dengan kunjungan langsung, melalui bacaan, video dokumentasi dan berbicara dengan orang-orang yang pernah tinggal dan bersinggungan dengan kota tersebut. Brown ingin memberikan gambaran bahwa mempelajari dunia dan segala keadaannya berkaitan erat dengan kerangka kerja aktor dalam hal observasi. Ketika seorang aktor menerima peran yang diberikan, maka kehidupan tokoh yang diperankan harus benar-benar dipelajari agar kesan pengalaman tokoh secara nyata didapatkan.

 

Kerja atau model pembelajaran pengalaman semacam itu dapat mempertajam indra dan perasaan seorang aktor. Impresi atau kesan pengalaman tokoh yang seolah hidup karena observasi menyeluruh yang dilakukan akan membawa aktor pada satu titik di mana tidak ada satupun yang tidak berarti dalam akting. Ya, segala hal yang ada dan terjadi di dunia ini sangat berarti bagi kerja akting. Sampai pada titik ini, aktor akan diantarkan pada prinsip “tidak berlebihan”, karena mempelajari sesuatu hanya dengan mengawangkannya justru akan mengaburkan kemampuan dan mempertumpul partisipasi.

 

Aktor, oleh karena itu, mesti mempelajari karakter yang akan dimainkan dengan sungguh-sungguh. Ia tidak diperkenankan hanya mengawangkan saja watak dan kehidupan si tokoh. Jika ini yang terjadi, maka sesuatu yang berlebihan dipastikan akan muncul. Untuk itu, studi melalui buku, media, berbincang-bincang dengan orang lain, mengunjungi lokasi yang dapat merepresentasikan latar tempat tinggal tokoh perlu dilakukan. Dengan melakukan hal ini, maka seluruh indra dan perasaan aktor akan terlibat sehingga memiliki takaran terhadap watak dan kehidupan tokoh yang diperankan.

 

Ketajaman indra dan perasaan sangat dibutuhkan oleh aktor sebagaimana pelaku seni yang lain. Untuk itu, studi tentang kemanusiaan bagi aktor sangat penting dan akan membawa kegunaan yang banyak dalam seni akting. Setiap aktor mesti pintar dalam menyikapi hal ini. Mempelajari kehidupan dapat menajamkan indra dan perasaan dan pada akhirnya akan membuat hidup aktor berbudaya dalam kesehariannya.

 

Brown menekankan, menjadi aktor tidak perlu pintar sekali dalam konteks sains melainkan harus berbudaya. Pengetahuan dasar dan sejarah teater mesti dipahami, karya-karya lakon ternama mesti dipelajari begitu pula dengan karya-karya akting panggung, film, dan televisi. Untuk menjadi insan berbudaya, apresiasi harus menjadi kebiasaan. Apresiasi merupakan tindakan positif karena memberikan penghargaan atas karya orang lain. Dari proses ini (sikap positif), pembelajaran dapat diperoleh. Lain halnya jika seseorang menyaksikan pertunjukan, film atau televisi hanya fokus pada kekeliruan, kesalahan, kekurangan atau bahkan berusaha dengan seksama menyelidiki hal-hal tersebut. Ia tidak akan mendapatkan pelajaran apapun selain sifat negatif dan usaha mempertinggi diri yang akhirnya menjauh dari prinsip “tidak berlebihan”.

 

Kebudayaan yang mana seni merupakan salah satu bagian di dalamnya senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan kehidupan manusia. Dengan membuka diri untuk mengapresiasi setiap karya yang disaksikan, maka dengan sendirinya seorang aktor menerima/menyerap perubahan kebudayaan yang terjadi. Keadaan ini selain akan menambah wawasan dan pengalaman juga akan menguatkan kedewasaan (maturity) aktor. Untuk itu, aktor diharapkan tidak membatasi visinya sebagaimana batas dunia yang ia singgahi saja. Aktor, bagaimanapun harus mengembangkan diri melalui pembelajaran, penjelajahan, dan pengalaman-pengalaman. Ia tidak akan bergerak kemanapun, jika hanya diam menetap di satu tempat dan meganggapnya hanya itulah dunia yang ada.

 

d.     Mengembangkan Kemampuan Tubuh dan Suara

Tubuh dan suara adalah modal dasar yang dimiliki seorang aktor. Oleh karena itu, menjaga kebugaran tubuh dan kualitas suara menjadi sebuah keharusan. Brown mengungkapkan bahwa meningkatkan kemampuan fisik dan suara tidak bisa tidak harus dilakukan oleh seorang aktor. Hal pertama yang mesti diperhatikan adalah rileks. Relaksasi, menurut Brown merupakan fundamen untuk segala hal. Demi mencapai kondisi rileks, seorang aktor dapat melakukan meditasi atau aktivitas lain yang dapat memproduksi ketenangan dalam diri. Pengalaman pementasan dapat dijadikan pelajaran. Jika dalam sebuah pementasan sambutan penonton kurang baik, karena mungkin seni akting yang ditampilkan kurang memesona, maka aktor tersebut harus lebih rileks pada penampilan berikutnya. Kurang maksimalnya akting yang ditampilkan dapat digunakan sebagai penanda adanya beban atau ketegangan seorang aktor dalam berperan.

 

Kondisi rileks dapat dibangun dengan membebaskan tubuh. Seorang aktor harus merasa nyaman dengan keadaan tubuh dalam setiap gerakan. Tubuh semestinya menjadi medium terbuka bagi ekspresi. Artinya, aktor harus membuka kemungkinan seluas mungkin bagi tubuhnya dalam berekspresi. Brown lebih jauh menjelaskan bahwa tubuh aktor mesti menjadi pemancar sempurna bagi gerak hati yang terbuka dalam menerima rangsangan dan memberikan respons, persis seperti tubuh seorang bayi.

 

Brown menyarankan aktor untuk menggunakan teknik Alexander dalam melatih tubuhnya. Fredrick Mathias Alexander dulunya adalah seorang aktor yang mengembangkan teknik penggunaan tubuh dan suara secara efektif dalam pertunjukan. Dalam perkembangannya, teknik Alexander tidak hanya digunakan oleh aktor tetapi juga oleh olahragawan, pesenam, dan bahkan sekretaris. Secara umum, teknik Alexander memang dapat diterapkan dalam setiap aktivitas penggunaan tubuh manusia. Secara dasar, teknik Alexander sangat sederhana di mana seseorang mesti memanjangkan lehernya dan bernafas secara penuh.

 

Untuk memberi gambaran latihan teknik Alexander, Brown menjelaskannya melalui instruksi sebagai berikut. Tarik dagu ke depan sehingga leher memanjang, tegakkan kepala sehingga mata bisa memandang lurus ke depan. Kepala dalam posisi santai sehingga bisa digerakkan dengan mudah. Tulang belakang dari tengkorak ke bawah mengunci seolah-olah terentang tali dari kepala. Pundak dalam keadaan normal, tidak ada ketegangan. Dalam posisi ini, nafas ditarik penuh menggunakan teknik diafragma, punggung terasa mengembang sampai ke sekeliling dada. Nafas dilepaskan secara kontinyu dan dapat dirasakan pelepasannya sepanjang leher.

 

Intruksi latihan di atas untuk memberikan gambaran bagaimana tubuh mesti dalam keadaan rileks namun bertenaga. Kondisi rileks ini memang sangat penting dan mesti dirasakan di seluruh tubuh aktor. Tidak ada ketegangan pada bagian tubuh tertentu sehingga ketika bergerak atau beraksi dapat leluasa. Ketegangan yang terjadi pada saat tubuh melakukan aktivitas jika tidak dikelola secara baik akan menghasilkan cedera. Demikian kira-kira penjelasan dasar dari teknik Alexander. Namun Brown menyarankan agar aktor berada dalam bimbingan pelatih yang mumpuni ketika melakukan latihan teknik Alexander, karena selain banyak jenis latihan juga untuk menghindari kekeliruan yang tidak diinginkan.[2]

 

Secara sederhana, kebugaran tubuh seorang aktor mesti dijaga. Kebutuhan tenaga dalam proses akting kadang-kadang di luar dugaan. Oleh karena itu, daya tahan tubuh tidak bisa diabaikan. Seorang aktor mesti mampu selalu menjaga tubuhnya  sehingga ketika tampil selalu dalam kondisi sedia. Fleksibilitas tubuh (kekuatan, ketahanan, kelenturan) merupakan satu kualitas tersendiri yang mesti dikembangkan secara konsisten. Pelatihan tubuh mesti dilakukan secara menyeluruh karena selain untuk menjaga kondisi kesehatannya juga untuk mencegah dari terjadinya cedera.

 

Selain tubuh, aktor juga perlu membebaskan (memfungsikan secara leluasa) suaranya. Tentu saja untuk tujuan ini diperlukan pelatih olah suara yang mumpuni sehingga kemampuan suara dapat ditingkatkan. Brown memberikan saran lanjutan pada aktor untuk memiliki media bantu, misalnya berupa rekaman pidato atau aksi wicara lain yang terseleksi dan diakui kualitasnya sebagai bahan latihan mandiri dan berulang. Karena, sebagaimana halnya tubuh, suara juga merupakan medium terbuka bagi ekspresi artistik aktor. Kemurnian suara mesti dipelihara dengan penuh perasaan sehingga kejernihannya dapat dipertahankan.

 

Dalam latihan olah suara, Brown menjelaskan bahwa aktor dapat mengarahkan imajinasinya pada proses produksi suara. Aktor mesti membayangkan suara yang berasal dari pusat ruang yang ada diperut dan secara kontinyu dan natural bergerak keluar melalui mulut. Dengan demikian, aktor dapat merasakan peletakan dan posisi mulut yang tepat dalam setiap komunikasi yang dilakukan. Getaran bibir, lidah, gigi dan semua organ penghasil suara dapat dirasakan fungsinya ketika memproduksi suara.

 

Suara sebagai elemen vital aktor dalam berakting dapat dijaga kualitasnya melalui pengembangan diksi baik. Brown menjelaskan bahwa diksi baik memiliki makna, setiap kata yang terucap oleh aktor harus jelas terdengar tanpa adanya gangguan. Seorang aktor tidak perlu berusaha untuk mendistorsi suaranya dalam berbicara. Kadang kala sering terjadi, seorang aktor menyetandarkan suaranya menurut selera umum dengan pembandingan terhadap suara aktor tertentu. Oleh karena itu, ia kemudian berusaha sebaik mungkin untuk mendistorsi suaranya agar terdengar seperti suara aktor yang menurut umum dipandang bagus. Hal ini tidak perlu dilakukan. Brown, menyarankan agar aktor menggunakan warna suara aslinya, tidak perlu melakukan distorsi, karena keunikan suara seseorang justru merupakan kekayaaan. Suara yang unik pasti akan menarik asalkan jelas terdengar, dengan pengucapan sempurna, sehingga makna kata dan kalimat yang meluncur dapat ditangkap dengan baik.

 

Seorang aktor, seringkali merasa kurang pas dengan aksen yang dimiliki sehingga ia berusaha menyempurnakan aksen ketika berbicara (akting). Bahkan ada yang merasa aksen yang ia miliki sebagai akibat dari bahasa ibu yang dipergunakan merupakan keterbatasan. Padahal, dengan aksen yang dimiliki bisa jadi justru kekhasan suara didapatkan dan hal ini di dalam produksi teater, film atau televisi seringkali diperlukan. Satu hal penting untuk dipahami adalah tidak adanya distorsi ketika memproduksi suara. Oleh karena itu, Brown menegaskan bahwa aksen asli yang dimiliki seorang aktor tidak perlu dipaksakan untuk berubah, kalaupun harus dilatih untuk penyesuaian tidak menjadi masalah selama tidak terjadi distorsi suara dalam prosesnya.

 

Selanjutnya, kemampuan tubuh dan suara aktor dapat ditingkatkan melalui pengolahan teknik dalam pementasan. Banyak sekali teknik akting panggung (pementasan) yang bisa dipelajari namun di antaranya perlu diperhatikan teknik-teknik nyata yang diperlukan dalam pementasan misalnya menyanyi, menari, dan ragam adegan laga. Meskipun penggunaan teknik-teknik tersebut sangat tergantung dari jenis poduksi dan peran yang diberikan, namun berlatih menyanyi, menari, beladiri dan koreografi laga sangat penting bagi aktor. Hal penting untuk dilatihkan dan dimiliki oleh aktor terkait tubuh dan suara adalah dasar teknik tubuh, dasar teknik suara, pengkondisian tubuh dan suara termasuk kelenturan sehingga ketika pada saatnya akan digunakan aktor telah siap. Di situlah pentingnya berlatih menyanyi, menari, dan laga. Bukan dalam rangka untuk menjadi ahli di 3 bidang tersebut, melainkan membangun kesiapan dan menjaga kualitas tubuh dan suara sehingga berada dalam keadaan siap untuk dipergunakan.

 

2.   Tekun

Ketekunan selalu ada dan diperlukan di dalam setiap bidang pekerjaan. Umumnya, setiap penceramah, penasehat, ataupun pemberi motivasi menyertakan ketekunan dalam saran-sarannya. Namun memang demikianlah adanya. Brown, juga menyarankan ketekunan mesti dimiliki oleh aktor. Jika seseorang berkeinginan menjadi aktor tetapi tidak menyetujui hal ini, karena dianggap klise misalnya, tidak ada masalah. Bahkan, ketika orang tersebut akhrinya tidak berkehendak menjadi aktor pun juga tidak ada masalah. Namun, perlu dipahami, bahwa sekali seseorang terjun ke dalam bisnis akting, maka segala hal yang diperlukan di dalam seni berperan harus dilalui, termasuk di dalamnya adalah ketekunan. Guna memelihara sikap tekun, Brown menganjurkan 3 hal yaitu, pantang menyerah, mengakrabi kegagalan, dan berlatih keras dan baik.

 

a.     Pantang Menyerah

Seorang aktor mesti menjaga sifat pantang menyerah dalam usahanya. Brown, menyarakan agar setiap aktor senantiasa bergerak. Hukum dasar fisika menyatakan bahwa objek yang bergerak akan memiliki kecenderungan untuk terus bergerak, sementara objek yang diam akan memiliki kecenderungan untuk terus diam. Sikap pantang menyerah dalam artian terus bergerak mesti dimiliki oleh aktor. Tiada kata berhenti, seumpama orang berjalan meskipu tertatih harus tetap berjalan. Ketika gagal mesti bangkit kembali.

 

Sebagai seniman, seorang aktor tidak perlu terjebak pada sesuatu yang telah berlalu. Apa yang terjadi kemarin, usaha apa yang telah dilakukan dan membuat lelah secara fisik dan emosi, serta pikiran-pikiran pesimis yang selalu bergelayut tidak perlu dihiraukan selain menatap tujuan dan berusaha untuk mencapainya. Demikianlah Brown memberikan penegasan tentang sikap pantang menyerah. Memang seorang aktor harus fokus pada tujuan dan usaha-usaha untuk mencapai tujuan, tidak bisa tidak.  Karena memang demikianlah pekerjaan seoran aktor. Tidak ada seorang aktor berhenti berperan di tengah pementasan berlangsung karena merasa kelelahan atau pesimis dengan hasila akhirnya. Apapun yang terjadi, pementasan yang telah dilangsungkan harus diselesaikan. Sikap dan budaya semacam ini mesti bertumbuh dalam jiwa seorang aktor. Tidak ada kata menyerah sebelum pementasan diselesaikan. Tidak ada kata menyerah sebelum tujuan dicapai.

 

Sikap pantang menyerah mesti dibarengi dengan ketersediaan energi. Oleh karena itu, seorang aktor mesti mampu mengendalikan tubuhnya. Aktor mesti berkuasa atas tubuhnya bukan sebaliknya. Kekuatan sesungguhnya merupakan keadaan yang ada dan dibentuk oleh pikiran. Ketika seseorang mendorong dirinya untuk menaklukkan tantangan, maka orang tersebut akan membangun kekuatan dalam pikiran yang menyatakan bahwa ia bisa melewati tantang tersebut dan pikiran inilah yang pada akhirnya menggerakkan tubuh. Namun ketika seseorang berhenti hanya karena tubuhnya seolah mengajak berhenti dan dalam pikirannya juga bersetuju untuk berhenti, maka orang tersebut telah dikendalikan tubuhnya.

 

Seorang aktor mesti mengetahui hal terbaik yang bisa dikerjakan meskipun sebenanya ia kurang menyukainya. Artinya, seorang aktor harus tetap berusaha menampilkan yang terbaik meskipun peran yang diterima kurang menyenangkan. Karena keharusan untuk terus bergerak dalam kondisi apapun, maka kemungkinan aktor mendapatkan peran yang tak diinginkan dalam sebuah produksi itu ada. Pada saat ini, aktor harus membangun dalam pikiran bahwa ia bisa menyelesaikan tantangan tak mengenakkan tersebut denga baik. Pikiran ini akan mengarahkan tubuh dan seluruh energi aktor dalam usahanya melewati tantangan. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka aktor telah menyerah dengan dirinya sendiri dan kehendak untuk terus bergerak menjadi berhenti. Keadaan semacam ini merupakan atmosfer negatif yang semestinya tidak dimiliki oleh aktor.

 

Dalam bekerja, menerima peran yang ditawarkan misalnya, Brown memberi saran kepada aktor untuk tidak terlalu banyak berpikir melainkan segera mengerjakannya. Hal ini bukan berarti menerima peran tanpa pertimbangan melainkan mempertimbangkan penawaran secara pantas saja. Jika terlalu banyak kalkulasi, memikirkan sisi baik dan buruk, berhitung pemasukan dan pengeluaran, dan hal-hal ribet lainnya maka kerja tidak akan segera dilakukan. Akan lebih baik jika dipertimbangkan seperlunya dan kemudian menerima tantangan tersebut yang bisa jadi justru akan memberikan satu kemajuan. Ketika melakukan satu pekerjaan, maka seseorang akan mendapatkan banyak masukan termasuk dapat memilah mana yang baik dan berguna sehingga dapat terhindar dari atau melewati kendala yang ada. Dalam pekerjaan, seseorang mesti menemukan jalan penyelesain terbaik. Jika jalan tersebut tidak tertemukan, maka perlu membuat jalan sendiri. Begitulah semestinya aktor bekerja.

 

 

b.     Mengakrabi Kegagalan

Banyak orang mengatakan kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Brown mengamini ungkapan ini dan menyarakan aktor juga bersikap sama. Seorang aktor tidak akan pernah sukes atau menjadi besar tanpa melalui kegagalan. Seperti apa yang diungkapkan oleh Thomas Edison dalam memandang kegagalan bahwasanya ia tidak merasakan kegagalan puluhan ribu kali melainkan justru sukses menemukan puluhan ribu jalan yang tak dapat dilalui. Dari ungkapan ini, Edison memberikan pelajaran bahwa kegagalan bukanlah sebuah kegagalan melainkan pelajaran yang mesti diambil hikmahnya. Dengan kegagalan tersebut seseorang akan mengetahui bahwa jalan yang ia lalui bukanlah jalan yang tepat untuk ditempuh.

 

Brown lebih lanjut menjelaskan, ketika seorang aktor mencoba melalui sebuah jalan dan menemukan bahwa jalan itu salah, maka aktor tersebut harus mencoba jalan yang lainnya. Ketika hal ini dilakukan, maka ia akan tetap melangkah kedepan ketimbang seseorang yang selalu berusaha menempuh dan menakulkkan jalan yang sama. Orang yang semacam ini terus berusaha di jalan yang sama meskipun salah hanya agar terlihat superior ketika pada akhirnya mampu melaluinya. Jika aktor melakukan hal ini, maka telah banyak membuang waktunya.

 

Seorang aktor mesti melihat kesulitan sebagai sebuah pesan. Jika kebenaran atau keberhasilan menampakkan dirinya meskipun selintas, maka setiap orang pasti akan dapat menempuhnya dengan mudah. Sementara kenyataan yang ada tidaklah demikian, peluang selalu akan menyamarkan kendalanya. Peluang selalu akan menampakkan kemudahan untuk diraih namun di sebaliknya bersembunyi banyak rintangan. Dalam hidup selalu akan terjadi semacam itu. Oleh karena itu, kegagalan bukanlah sebuah akhir dari sebuah perjalanan melainkan tanda bahwa kita mesti kembali berusaha melalui jalan lainnya.

 

Aktor dapat mengukur kedewasaan diri melalui sebarapa banyak kegagalan yang pernah dialami. Jika seorang aktor tidak pernah mengalami atau merasakan sebuah kegagalan, maka bisa dipastikan bahwa aktor tersebut tidak pernah mengambil tantangan baru atau ia hanya sekedar bermain aman dan nyaman. Pengakuan atas kegagalan dan kesalahan yang pernah dilakukan mempertandakan bahwa aktor tersebut bisa bersikap lebih bijaksana daripada sebelumnya. Kegagalan hanya akan menjadi kegagalan jika tidak diakui, karenanya tidak bisa dijadikan pembelajaran dan orang yang tidak mau belajar dari kegagalan adalah juga kegagalan. Banyak orang yang gagal namun justru menyalahkan orang lain atau bahkan malah menyerah. Seorang aktor yang sukses akan melihat banyak melihat atau menemui kegagalan sepanjang karirnya karena kegagalan adalah kawan sejati keberhasilan. Oleh karena itulah, Brown menegaskan bahwa seorang aktor tidak sepatutnya khawatir pada kegagalan. Hal yang perlu dikhawatirkan justru kesempatan berisi tantangan yang terlewatkan bahkan sebelum dicoba.

 

Kegagalan mesti dapat dimanfaatkan oleh seorang aktor. Apa yang disebut kegagalan bagi aktor yang satu berbeda dengan aktor lainnya. Jadi, kegagalan sangat bergantung dari bagaimana seseorang menganggap atau melakoninya. Hal ini dapat mengubah pandangan seseorang atas kegagalan yang dialami. Ada yang memandangnya sebagai penyegar sehingga mengubah posisi sebagai korban menjadi petarung. Pandangan terhadap kegagalan semacam inilah yang mesti dimiliki oleh seorang aktor. Kegagalan memang bisa membuat seseorang mengasihani diri, namun bagi seorang aktor kegagalan justru menguatkan.

 

Rintangan dapat membangun kapasitas seorang aktor untuk melampauinya, karena rintangan dapat membangkitkan bakat yang selama ini terbengkalai. Tidak ada seorang aktor pun yang bertambah bagus kualitas penampilannya hanya dengan bermain aman dan nyaman. Seorang aktor mesti keluar dari zona nyaman serta menempuh risiko dan ketika hal ini dilakukan dalam perjalanan karir, maka aktor tersebut akan tahu apakah keberhasilan atau kegagalan yang menempanya menjadi lebih baik.

 

Hal terbaik yang mesti dilakukan oleh seorang aktor adalah melakukan apa yang mesti dilakukan tanpa banyak pertimbangan. Hal ini justru akan mengantarkan diri aktor pada kesaradan akan kekuatan dan kelemahan diri. Kondisi ini selanjutnya akan memperlihatkan takaran ketangguhan dan keinginan yang bisa dicapai. Artinya, dengan berani menghadapi tantangan, mengambil risiko, dan melakukan usaha-usaha untuk melampauinya seorang aktor akan diantarkan pada kesadaran penuh tentang kekuatan yang dimiliki. Dalam bisnis akting, martabat hanya akan dicapai melalui perjuangan dan dengan perjuangan tersebut rasa penghargaan akan diri menampakkan wujudnya. Lagipula, tidak pernah ada kemenangan yang dapat diraih dengan mudah. Semua membutuhkan ketangguhan dalam perjuangan.

 

c.     Berlatih Keras dan Baik

Referensi tentang metode pelatihan aktor banyak bertebaran dewasa ini, baik dalam bentuk buku, video, maupun internet. Hampir di setiap studio atau sanggar teater juga menawarkan metode pelatihan bagi aktor. Oleh karenananya, tidaklah terlalu sulit bagi aktor untuk berlatih akting selama memiliki kemauan dan semangat menjalaninya. Latihan akting bagi aktor tidak akan pernah mudah. Meskipun banyak pelatih menemukan metode yang memudahkan dalam pelatihan, namun hal itu merupakan pelatihan dasar atau pemahaman mindset saja, selebihnya atau peningkatan berikutnya sangat tergantung dari kerja keras aktor. Jadi, seorang aktor harus mau berlatih keras dan baik (seturut metode pelatihan yang diikuti) untuk mencapai kualitas akting yang diinginkan. Brow memberikan saran dan tips bagi aktor dalam berlatih sebagai berikut.

 

Pertama, seorang aktor harus memiliki keinginan untuk selalu meningkatkan kemampuan dengan lebih baik. Keingian ini harus menjadi semacam kebutuhan dalam dirinya. Untuk itu, tujuan utama harus ditetapkan dan tujuan itu harus dapat dicapai dengan baik. Jika seorang aktor memiliki tujun untuk memiliki teknik pernafasan mumpuni, maka ia harus berlatih dengan keras dan benar agar tujuan tersebut dapat dicapai. Penetapan tujuan dengan demikian memiliki arti penting. Banyak calon aktor yang tidak memiliki tujuan jelas dalam berlatih karena dalam pikirannya hanya ingin main teater atau film. Seorang aktor bukanlah orang yang berlatih hanya untuk coba-coba. Seorang aktor adalah orang berbudaya yang semestinya memiliki pengetahuan dasar tentang sejarah teater, memahami karya-karya lakon ternama serta karya-karya akting panggung, film, dan televisi. Oleh karena itu ia tidak mungkin berlatih tanpa mengetahui tujuan pasti dari pelatihan yang diikuti.

 

Kedua, seorang aktor harus memiliki atau menciptakan model mental bagi dirinya sendiri. Seorang aktor harus senantiasa menjaga keinginan tentang kualitas permainan yang ingin dicapai. Keinginan ini mesti ditumbuhkan seiring dengan usaha-usaha tanpa henti yang dilakukan. Keinginan ini mesti selalu dijaga untuk meningkatkan elemen/perangkat dalam diri guna menyerap hal-hal baru dan baik serta mengombinasikannya dengan apa yang telah dimiliki sebelumnya. Artinya, model mental yang diperlukan aktor adalah mental yang teguh untuk selalu berusaha dalam mencapa tujuan dengan mau mempelajarai hal-hal baru yang dihadapi.

 

Ketiga, seorang aktor harus benar-benar memperhatikan apa yang dilakukan. Sikap sebagai observer dan pembelajar dalam diri aktor tidak boleh diabaikan, harus senantiasa ada. Dalam menjalani latihan-latihan, aktor mesti menaruh perhatian secara mendetail atas apa yang dilatihkan dan dengan cara tertentu dapat mengambil nilai pembelajaran darinya. Jika latihan dilakukan secara mekanik, sekedar diterapkan cara-caranya saja, maka nilai pembelajaran tidak akan didapatkan dan hal ini tidak memiliki arti penting bagi aktor selain hasil artifisal semata. Namun sebaliknya, ketika setiap hal kecil dalam latihan diperhatikan secara menyeluruh, maka nilai pembelajaran atas aktivitas kecil yang dilakukan dapat ditemukan.

 

Keempat, untuk memantapkan usaha yang telah dan mesti dilakukan, seorang aktor diharapkan mencari balikan atau feedback. Balikan secara umum dapat dimaknai sebagai masukan, kritik atau evaluasi. Seorang aktor tidak diperkenankan menilai apa yang telah dilakukan atau dicapai seorang diri. Hal ini akan membuat prinsip “tidak berlebihan” rawan untuk dilanggar. Menilai sendiri kualitas akting atau ekspresi artistik yang dilakukan sangat tidak proposional karena mesti akan subjektif. Untuk itu, mencari balikan dari orang lain yang dianggap mumpuni seperti pelatih, sutradara, atau aktor senior perlu dilakukan. Balikan yang diterima mesti dicatat dan diterapkan sehingga penyesuaian dapat segera dilakukan. Balikan sangat penting artinya karena baik tidaknya seorang aktor berperan sangat tergantung penerimaan orang lain, dalam hal ini penonton, dan bukan dirinya sendiri.

 

Kelima, seorang aktor mesti terus berlatih secara konsisten. Hal yang mudah untu diucapkan namun sulit dilakukan karea dalam kenyataa banyak orang yang merasa dirinya aktor namun hanya berlatih saat produksi akan dilangsungkan. Latihan seorang aktor bukanlah latihan yang dilakukan sembarangan, sambil lalu atau hanya sekedarnya. Latihan aktor adalah latihan yang dilakukan secara rutin (tetap) dan serius. Latihan semacam ini sangat penting artinya bagi aktor yang paham bahwa penonton adalah orang-orang yang cerdas. Dalam sebuah pementasan, penonton akan tahu, mana aktor yang berlatih dengan baik dan mana yang tidak. Dalam sebuah pementasan, aktor tidak bisa membohongi penonton, yang ia lakukan sesungguhnya hanya membohongi diri sendiri. Mengenai pentingnya latihan rutin ini, Brown mengutip ungkapan musisi Vladimir Horowitz[3];

“Jika saya tidak latihan sehari, saya akan tahu. Jika saya tidak latihan dalam dua hari, istri saya akan tahu. Jika saya tidak latihan dalam tiga hari, maka seluruh dunia akan tahu.”

 

Jadi, latihan rutin dan serius adalah keharusan bagi seorang aktor, jika tidak, maka semua orang akan tahu bahwa aktor tersebut bukanlah aktor terlatih.

 

3.   Mengembangkan Kebiasaan Baik

Kebiasaan atau habit dapat dijadikan penanda kepribadian seseorang. Kebiasaan baik dengan demikian akan memberikan gambaran persona yang positif. Persona semacam ini mesti dimiliki oleh aktor. Dinamika pekerjaan aktor yang bergerak dari produksi satu ke produksi lain dengan model penawaran pekerjaan mesti akan mendapatkan dukungan melalui persona positif. Mengembangkan kebiasaan baik, menurut Brown, dapat dilakukan dengan cara membangun disiplin diri dan mengikuti standar. Kedua hal tersebut selayaknya menjadi perhatian khusus aktor karena dapat berpengaruh dalam pengembangan karir.

 

a.     Membangun Disiplin Diri

Pembiasaan untuk mengelola hal-hal mendasar dalam tata kehidupan sehari-hari mesti dilakukan oleh seorang aktor. Tindak pembiasaan untuk membangun disiplin diri dengan tujuan meningkatkan persona dapat dilakukan aktor baik dalam melakukan pekerjaan (akting) maupun aktivitas-aktivitas kecil di luar pekerjaan pokok. Membersihkan ruang yang ditempati, meja rias, tas yang dibawa, bangku yang digunakan, merapikan file, dan menata segala hal yang berantakan dapat dibiasakan. Selalu menyediakan waktu untuk mengembalikan atau menata kembali barang-barang yang telah selesai digunakan sangat penting maknanya. Tindakan mengelola hal-hal mendasar semacam ini akan memberikan pesan positif kepada diri sendiri dan orang lain, sekaligus melatih untuk menentukan mana yang penting dan mana yang kurang penting. Pengelolaan sesuatu pasti secara otomatis akan memilah mana yang prioritas untuk dikerjakan terlebih dulu. Kebiasaan ini pada nantinya akan mengalir dan berpengaruh dalam menyusun jadwal pekerjaan, janji pertemuan, dan hal-hal lain yang mendukung pekerjaan aktor.

 

Melalui pengelolaan hal-hal dasar, seorang aktor telah mulai membangun disiplin diri dan memahami skala prioritas. Selanjutnya, sikap yang mesti dijaga dengan baik adalah menepati perjanjian. Sebelum menepati janji dengan orang lain perlu dibangun sikap menepati janji pada diri sendiri. Apa yang dipikirkan dan disepakati untuk dikerjakan harus segera dikerjakan. Bahkan, ketika dalam pikiran menyepakati untuk berada di satu tempat dalam waktu tertentu, maka hal itu harus dibuktikan tanpa mengalami kegagalan. Artinya, apa yang dijanjikan pada diri sendiri harus ditepati. Seorang aktor harus benar-benar membangun sikap disiplin dan memelihara etik. Jika seorang aktor hanya sekedar mengucapkan janji (kata-kata) untuk menyenangkan orang, maka etik dan disiplin tidak akan terbentuk. Di dalam seni peran, kejujuran memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding keharmonisan (hasil baik). Oleh karena itu, jujur pada diri sendiri dimulai dengan menepati janji atau mewujudkan apa yang diomongkan harus dimiliki, dipelihara, dan dijaga.

 

Pada saat penepatan janji pada diri sendiri terbentuk, maka apa yang dimulai mesti harus diselesaikan. Seorang aktor yang baik tidak diperkenankan berhenti sebelum menyelesaikan pekerjaan. Menyelesaikan pekerjaan yang dimulai, apapun pekerjaan itu, demi pemenuhan janji pada diri sendiri menghasilkan persona atau kepribadian yang kuat. Sikap seperti ini juga akan melahirkan kewaspadaan dan kebiijaksanaan di mana seorang aktor tidak sembarang berbicara mengenai cita-cita atau apa yang akan dikerjakan berikutnya. Pemenuhan janji dengan selalu menyelesaikan pekerjaan yang dimulai bukan perkara mudah namun harus tertanam kuat dalam diri aktor. Merencanakan sesuatu adalah sesuatu yang mudah, hampir semua orang bisa, namun mewujudkan rencana semudah apapun membutuhkan ketangguhan dan komitmen, dan aktor harus memilikinya.

 

Penyelesaian pekerjaan dengan segala tantangan dan risiko yang memerlukan ketangguhan dan komitmen tidak kemudian membuat aktor membanggakan apa yang telah ia lakukan. Seberat apapun pekerjan dan secemerlang apapun penyelesaian dengan kualitas hasil baik yang telah dilakukan, seorang aktor mesti membuka dirinya pada kritik. Secara umum, orang akan mencoba bertahan dari kritik karena memang seringkali kritik itu menyakitkan, namun hal tersebut justru dapat memacu aktor untuk bekerja lebih tekun, keras, dan semakin tak pantang menyerah. Seorang aktor yang mencoba menangkal kritik dengan keras justru akan terjebak pada pembenaran yang mengacu pada sumber-sumber tak valid dan seolah mampu melunakkan kritik tersebut, padahal senyatanya tidaklah demikian. Orang justru akan menilai bahwa pembelaan keras yang dilakukan sebagai bukti kebenaran kritik yang tak diakui. Untuk itulah, aktor mesti terbuka pada kritik dan bijaksana dalam menyikapinya.

 

Brown menyampaikan apa yang dikatakan oleh Epictetus[4] tentang kritik sebagai berikut. “Jika Anda dikritik, maka ingatlah untuk rileks dan terimalah apa yang disampaikan karena mungkin hal tersebut memuat kebenaran dari perspektif orang lain, namun yang perlu Anda yakini adalah mereka tidak akan mengerti Anda sepenuhnya. Sebab jika Anda berusaha menangkalnya dengan keras, maka para pengkritik justru akan mengobral apapun kelemahan dan kesalahan yang dapat mereka temukan dalam diri Anda.” Jadi, membuka diri terhadap kritik justru lebih menguntungkan dibanding mencoba menangkalnya dengan keras.

 

b.     Mengikuti Standar

Standar kualitas merupakan ukuran dasar produk dan jasa dalam sebuah bidang pekerjaan. Seorang aktor mesti mengikuti standar kualitas yang dipersyaratkan, baik dalam konteks kompetensi seni secara personal maupun dalam kaitannya dengan jasa peran yang diberikan seturut penawaran dan permintaan tim produksi. Produksi teater, film dan drama televisi memiliki kekhasan tersendiri dan masing-masing produksi seringkali memiliki standar khusus yang mesti dapat dipenuhi seorang aktor. Oleh karena itulah, pola audisi selalu dilakukan dalam produksi profesional teater, film, dan televisi. Dalam kaitannya dengan standar kualitas, Brown memberikan saran kepada aktor untuk selalu bertindak profesional, selalu dalam keadaan siap, dan menjaga kepribadian.

 

Menjadi profesional di dalam kerja keaktoran tidak akan sulit dilakukan jika sikap disiplin diri telah dimiliki. Seorang aktor profesional akan memiliki perilaku kerja yang baik sehingga tidak mengganggu atau merepotkan orang lain. Ia akan bekerja secara mandiri dalam artian tidak mengandalkan sepenuhnya pada bantuan orang-orang yang ada di lingkup pekerjaannya. Di dalam bekerja, aktor profesional selalu akan datang lebih awal, tidak pernah terlambat, dan selalu mengerjakan apa yang semestinya dikerjakan. Di dalam produksi teater misalnya, aktor profesional yang selalu datang lebih awal akan segera menyiapkan diri dan segala hal yang diperlukan dalam latihan serta melakukan pemanasan. Dengan demikian ia tidak merepotkan teman lainnya, misalnya, lupa membawa catatan latihan sebelumya atau bahkan lupa tidak membawa peralatan pendukung yang diperlukan. Hal-hal yang merepotkan dan mengganggu kerja orang lain semacam ini harus dihindari. Aktor profesional akan selalu mengerjakan apa yang telah menjadi tanggung jawabnya.

 

Berikutnya, kesiapsiagaan diri dalam bekerja selalu diperlukan. Dengan selalu berlatih rutin baik ada ataupun tidak sebuah produksi yang diikuti, seorang aktor akan selalu berada dalam kondisi sedia. Kebugaran tubuhnya terjaga, suaranya terlatih, dan konsentrasinya berada dalam titik optimal. Rasa percaya, penghargaan pada diri sendiri, serta semangat pantang menyerah yang telah ditumbuhkan akan membantu aktor berada dalam kondisi siap untuk bekerja kapanpun. Ditambah dengan penumbuhan sikap baik seperti menepati janji pada diri, terbiasa menyelesaikan pekerjaan yang dimulai, bersikap jujur, dan terbuka terhadap kritik, maka kesiapsiagaan itu tidak perlu diragukan lagi dan karenanya kerja profesional dapat dilakukan seperti apa yang menjadi tuntutan.

 

Hal terakhir yang perlu dilakukan, terkait standar, adalah selalu menjaga kepribadian. Brown menegaskan bahwa tolok ukur dan nasihat tentang kepribadian dalam lingkungan pekerjaan tidak akan diperoleh dengan mudah. Artinya, tidak ada seorang pun yang akan memberi nasihat perkara kepribadian serta memberikan ukuran tepat kepribadian yang diperlukan dalam kerja pemeranan. Satu hal yang patut menjadi panduan adalah tujuan utama aktor berada dalam lingkup pekerjaan tersebut. Meskipun berkawan dengan kru, lawan main atau staf produksi sangat baik untuk dilakukan namun tujuan utama berada dalam pekerjaan tersebut tidak boleh diabaikan.

 

Seorang aktor profesional tidak akan membiarkan adanya celah dalam diri yang dapat menghasilkan kebingungan, kebosanan, dan perasaan tak terhubung dengan pekerjaan. Banyak hal yang dapat menghasilkan situasi semacam itu misalnya, tata kelola produksi yang kurang baik, rumor yang beredar dan berkembang selama produksi berlangsung tentang seseorang atau satu hal, atau perkara-perkara kecil lain yang melahirkan perbincangan. Aktor profesional akan berusaha menjaga mulutnya, tidak terhanyut suasana, dan fokus pada pekerjaan.

 

Memberikan pendapat atau usulan yang sekiranya perlu dilakukan sangat diperbolehkan, karena dalam proses produksi seringkali diskusi perkara artistik diadakan. Namun demikian, jika pendapat dan usulan tidak diterima, maka disarankan untuk tidak memaksakan diri. Bahkan, jika sekiranya tidak yakin pada saran atau usulan yang akan diberikan, maka lebih baik diam dan mendengarkan. Aktor profesional tidak akan besikap tak sopan, misalnya dengan bertindak melebihi kewenangannya, selama proses produksi berlangsung. Banyak aktor amatir yang melakukan hal demikian, misalnya, memberi komentar pada hasil kerja tata panggung serta tim produksi lain atau bahkan mengomentari akting lawan mainnya. Mengomentari akting lawan main memiliki makna kesombongan di dalamnya. Aktor tersebut ingin mengatakan bahwa aktingnya baik dan akting lawan mainnya kurang baik. Kesombongan adalah hal mendasar yang patut dihindari oleh aktor profesional. Selain itu, selama bekerja, aktor profesional juga tidak akan melakukan banyak komplain, mengeluh atau terlalu banyak menilai. Aktor profesional akan melibatkan diri dalam produksi sesuai wewenang dan tanggung jawabnya dengan antusias dan sepenuh hati. (**)

 

 

Sumber:

Brown, D.W. 2009. You Can Act! A Complete Guide For Actors. California: Michael Wise Production.



[1] Seorang Kepala Co-Artistik di Studio The Joanne Baron/D.W. Brown yang telah melatih, menyutradarai, dan membimbing ratusan aktor serta menyelenggarakan seminar akting bersama Sean Penn, Benicio Del Toro, Anthony Hopkins, Dustin Hoffman, Susan Sarandon dan Sidney Pollack. Secara khusus ia pernah melatih Robin Wright Penn, Leslie Mann, Keanu Reaves, Michael Richards, Jamie Kennedy, Nichollette Sheridan, Michael Vartan, Jenny Garth, Sam Raimi, dan Tom Shadyac.

[2] Untuk mengetahui lebih jelas mengenai teknik Alexander, bisa dilihat pada tautan berikut: https://alexandertechnique.com/

[3] Vladimir Samoylovich Horowitz (1903-1989) pianis dan komposer musik dari Russia, dikenal sebagai pianis terbaik sepanjang masa.

[4] Epictetus (c. 50-135 Masehi), filsuf aliran Stoic dari Yunani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar