Oleh : Eko Santosa
Pekerjaan utama seorang aktor adalah akting. Masyarakat mengakui seseorang sebagai aktor karena kepiawaiannya berakting dalam pementasan teater, film ataupun drama televisi yang disaksikan. Karena bergantung pada media yang digunakan dalam unjuk kebolehan, maka seorang aktor harus menjaga keajegan penampilannya. Artinya, ia tidak bisa diam atau absen terlalu lama dari panggung, film, televisi ataupun media lain tempatnya unjuk keterampilan berakting. Untuk itu, aktor harus selalu menyiapkan dirinya baik dalam keadaan sedang terlibat di dalam sebuah produksi ataupun sedang berada dalam aktivitas pendukung lainnya. Sebagai upaya bersiap diri, seorang aktor musti memiliki prinsip yang mana dapat dijadikan patokan atau panduan bagi dirinya dalam melanggenggkan karir yang ditapaki.
D.W. Brown[1] menjelaskan 3 prinsip
kerja aktor, yaitu bekerja dengan diri sendiri, tekun, dan selalu mengembangkan
kebiasaan baik dalam bekerja. Bisa jadi setiap aktor memiliki prinsip yang
berbeda dalam bekerja, namun apa yang disampaikan oleh Brown merupakan prinsip
mendasar yang semestinya ada dalam diri setiap aktor. Karena, dalam
mengembangkan karir akting, memang seorang aktor tidak bisa tidak bekerja
dengan dirinya sendiri, ia juga tidak akan berhasil jika tidak tekun serta
tidak mungkin pula ia memelihara kebiasaan buruk dalam bekerja. Guna memberi
gambaran penjelas mengenai ketiga prinsip tersebut, berikut diuraikan interpretasi
atas pendapat Brown yang disariterjemahkan dari bukunya yang berjudul You
Can Act! A Complete Guide For Actors, khusus pada bahasan “Principles for
the Actor”, terbitan Michael Wise Production tahun 2009.
1. Bekerja Dengan Diri Sendiri
Seorang
aktor dalam bekerja dengan dirinya sendiri, menurut Brown, mesti terlebih
dahulu mengenal diri sendiri. Hal ini merupakan dasar pemahaman karakter diri
sebelum memerankan karakter orang/tokoh lain. Berikutnya adalah menjaga
kepercayaan diri, memperkaya pengalaman, dan mengembangkan kemampuan tubuh dan
suara. Semua ini mesti ada dalam diri dan menjadi semangat bagi seorang aktor
untuk bekerja dengan dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena di dalam kerja
akting atau pemeranan sebenarnya tidak ada seorang pun yang mampu menggantikan
kerja pemeranan selain aktor itu sendiri. Artinya, kemandirian seorang aktor
dalam mengembangkan kompetensinya adalah kesemestian.
Brown menjelaskan bahwa kemegahan
kebudayaan Yunani Kuno didasarkan pada 2 prinsip yaitu, “Tidak Berlebihan” dan
“Memahami Diri”. Aktor, sebagai seorang seniman, mestinya juga memiliki prinsip
semacam ini terutama dalam hal memahami diri sebagai manusia. Studi atas diri
merupakan jalan yang paling nyata untuk mengembangkan kepekaan indra, kepekaan
atas kebenaran, dan apresiasi terhadap kehidupan itu sendiri. Seorang aktor
mesti mampu memahami dunia melalui kesadaran atas keberadaan dunia tersebut di
dalam dirinya sendiri. Secara lebih khusus, memahami diri bagi aktor sangat
penting artinya karena dapat dijadikan pijakan kerja analisis karakter.
Seorang
aktor mesti mau menerima dirinya apa adanya dan terbuka terhadap dirinya. Ia
mesti mempelajari secara mendalam hal-ihwal dirinya. Semua hal yang pernah
dilibati dalam kehidupan dapat dipelajari dan dijadikan dasar untuk memahami
capaian yang diinginkan. Dalam konteks ini, seorang aktor mesti menyadari bahwa
diri dan segala sesuatu yang ada dalam dirinya adalah modal awal yang besar.
Kesadaran ini akan mengarahkan aktor pada keberterimaan sehingga ia siap untuk
melakukan apa yang diinginkan dengan modal yang telah ia miliki dalam diri
seperti pengalaman, pemikiran, perasaan, emosi, filosofi, dan seluruh rangkuman
perjalanan hidup yang telah dilalui.
Kondisi
memahami diri sangat penting bagi aktor untuk dapat menghidupkan dirinya
sendiri. Ya, seorang aktor mesti mau menghidupkan hidupnya, dalam artian ia
tidak perlu hidup dengan mengenakan topeng. Seorang aktor mesti bangga dengan
dirinya sendiri, bangga dengan segala kekurangan dan kelebihan. Seorang aktor
mesti menghadapi segala persoalan atas nama dirinya sendiri. Artinya, ia tidak
perlu mesti menempatkan diri di tengah-tengah yang mana posisi ini sering
dianggap menguntungkan dalam sebuah masalah. Seorang aktor harus berani
memutuskan, karena pada kerja nyatanya memang ia sendirilah yang mesti
memutuskan untuk menerima atau tidak peran yang diberikan padanya. Dalam hal
ini, aktor tidak bisa berada di tengah-tengah. Ketika berakting pun prinsip ini
sangat diperlukan karena penonton akan lebih senang melihat seorang aktor
bermain dengan caranya sendiri ketimbang meniru aktor lain.
Memahami
diri bagi setiap orang akan melahirkan ketakutan karena hal itu akan
mengantarkannya pada kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan. Ketakutan
semacam ini tidak perlu dihindari, namun justru mesti diakui karena itu akan
menyadarkan seseorang akan batas-batas dirinya. Bagi aktor, kesadaran akan
batas atau kelemahan dan kekurangan dapat dijadikan pemicu diri untuk bangkit
sehingga tidak perlu menyalahkan orang lain atau keadaan. Menyalahkan hal-hal
yang ada di luar diri tidak akan membawa pengaruh positif melainkan hanya
perasaan lega sementara namun tidak sejujurnya.
Kesadaran
untuk mau mengenali dan memahami diri apa adanya akan membawa aktor dalam
kedewasaan bersikap. Satu hal yang sangat sulit namun berarti, bahkan dalam
hidup setiap orang. Kedewasaan memerlukan proses yang mana seorang aktor mesti
mau beranjak dari kemapanan yang selama ini dimiliki. Ketika seorang aktor
mulai mau mempelajari apa dan siapa dirinya secara terbuka, maka sebongkah rasa
tak nyaman akan hadir. Namun demikian, hal ini mesti dilalui. Dengan mau
terbuka pada diri sendiri, seorang aktor sebenarnya telah menemukan jalan untuk
meninggalkan kemapanan yang selama ini dimiliki menuju pada kerja akting, yaitu
rasa cinta. Dengan rasa cinta, kemauan akan selalu bertumbuh dan energi yang
dihasilkan positif. Dengan rasa cinta, aktor akan mampu menghidupkan hidupnya
dan menghadapi tantangan penuh semangat dan gembira.
b. Menjaga
Kepercayaan Diri
Cara
aktor menjaga kepercayaan diri menurut Brown adalah dengan mempercayai diri sendiri,
percaya pada karya yang dihasilkan, dan memperluas zona nyaman. Ketiga hal ini
mesti senantiasa diperhatikan oleh aktor. Mempercayai diri sendiri berarti
selalu membangun sikap positif dalam diri. Setiap aktor, dalam usahanya, selalu
akan menemukan tantangan dan hambatan. Mempercayai diri dapat membantu aktor
melewati tantangan dan hambatan. Aktor yang mudah menyerah dan kemudian
menyalahkan diri sendiri tidak akan bisa melangkah jauh. Banyak pengalaman
memberikan contoh, misalnya, seseorang yang belum bergerak sudah menyatakan ketaksanggupan
karena ia berpikir bahwa tubuhya tidak mungkin melakukan gerakan tersebut.
Orang tersebut dengan sendirinya tidak akan pernah tahu dengan pasti apakah
tubuhnya mampu melakukan gerakan tersebut karena ia menyerah sebelum mencoba.
Aktor
semestinya tidaklah demikian. Bisa dibayangkan jika seorang aktor belum
berusaha atau melakukan latihan telah membangun pikiran dalam kepalanya bahwa
ia tidak akan bisa memerankan tokoh yang diberikan. Tentu saja aktor tersebut
tidak akan mendapatkan perannya. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus,
maka ia lebih baik tidak bekerja sebagai aktor. Untuk itu, memberikan rasa
percaya pada semangat, kemampuan, bakat, pemikiran, dan segala hal yang ada
dalam diri sangat penting artinya. Brown menyatakan bahwa seorang aktor harus
mampu mengakrabi diri dan menjadikannya sahabat karib sehingga dukungan positif
selalu didapatkan. Persis seperti halnya sahabat karib dalam kehidupan sosial
yang selalu mendorong atas usaha-usaha positif yang dilakukan oleh sahabatnya.
Kepercayaan
pada diri sendiri yang dimiliki aktor secara pasti akan membawa kepercayaan
pada hasil kerjanya. Hal ini terjadi karena aktor telah memahami dan
mempercayakan segala capaian pada dirinya sendiri. Artinya, baik-buruk hasil
yang didapatkan dalam setiap karya merupakan satu pengalaman yang mana di
dalamnya terdapat banyak pelajaran. Dengan mempercayai diri, maka aktor akan
mau menerima hasil kerjanya dan percaya bahwa dalam saat itu, hasil itulah yang
terbaik yang telah ia lakukan. Kondisi ini akan melahirkan sikap keberterimaan
sehingga aktor tidak perlu mengeluh, menyalahkan diri sendiri atau orang lain
atas hasil yang kurang baik serta tidak berbangga hati dan lupa diri ketika
hasilnya baik dan melebihi ekspektasi.
Kepercayaan
pada hasil kerja yang mewujud karena rasa percaya pada diri sendiri akan
membukakan pintu lebar bagi aktor untuk mengapresiasi karya sesuai dengan
prasyarat yang ada serta menimbulkan harapan kemajuan bagi karya berikutnya.
Seorang aktor harus selalu berharap pada karya yang lebih berkulitas dengan
capaian yang lebih efektif. Kondisi ini akan membuat seorang aktor belajar
tentang bagaimana cara belajar untuk memenuhi target yang ditetapkan. Oleh
karena itu, ia tidak akan melingkar-lingkar pada cara yang sama dalam bekerja.
Ketika mendekati peran misalnya, aktor yang mampu belajar cara belajar akan
menemukan banyak metode pendekatan peran baik dari hasil analisis atas teknik
yang pernah ia kerjakan atau merangkum berbagai teknik yang pernah ia pelajari
sebelumnya. Sementara aktor yang tidak bisa belajar, akan melingkar-lingkar
dengan cara yang sama untuk setiap peran yang dilakoninya. Keterbukaan untuk
belajar sebagai hasil dari kepercayaan diri dan kerja ini dapat mengantarkan
aktor pada proses pembelajaran tiada henti bagi dirinya sendiri dengan
mengkoneksikan aspek-aspek yang ada di luar diri.
Keterbukaan
dan kemauan untuk terus belajar membawa akibat bahwasanya aktor tidak akan
berdiam dalam waktu lama di satu zona nyaman. Ia akan memperlebar zona tersebut
melalui berbagai macam pengalaman dan pembelajaran. Ia akan menerima dan
menghadapi setiap tantangan baru. Tantangan selalu melahirkan kekhawatiran atau
bahkan ketakutan. Namun dengan pecaya pada diri sendiri, seorang aktor telah
menumbuhan kekuatannya untuk memberanikan diri menerima dan menghadapi
ketakutan.
Brown,
menejelaskan bahwa aktor yang belajar dengan memahami dan percaya pada dirinya
sendiri, akan mengubah ketakutan menjadi energi positif untuk berkarya dan sekaligus
melewati tantangan-tantangan. Dengan kepercayaan diri, yang lahir karena
keberterimaan dan kesadaran akan diri, seorang aktor tidak akan pernah khawatir
untuk meninggalkan zona nyaman demi tantangan pembelajaran baru. Hanya dengan
itulah kreasinya dapat berkembang dan kualitas karyanya akan semakin matang.
Terlalu lama duduk diam dalam zona nyaman justru akan membatukan bakat karena
menghindari pembelajaran baru.
c. Memperkaya
Pengalaman
Seorang
aktor mesti memperkaya dirinya dengan pengalaman. Tindak mengalami bukan
berarti melulu hanya soal akting atau bermain dalam produksi. Tindak mengalami
adalah segala aktivitas dalam hidup yang dapat dialami oleh aktor yang
digunakan sebagai pembelajaran. Brown menyarakan agar seorang aktor mau
mempelajari dunia dan keadaannya, mempertajam indra, dan bertumbuh dengan
budaya yang ada.
Mempelajari
dunia dengan segala keadaannya adalah mencoba memahami sisi dunia yang ingin
diketahui secara sungguh-sungguh dan total. Dalam konteks ini, perjalanan
adalah pelajaran yang sangat berharga bagi seorang aktor untuk mempelajari satu
sisi dunia yang diinginkan. Jika hal tersebut tidak mampu dilakukan karena satu
dan lain sebab, maka buku bacaan, media audio video terkait materi yang akan dipelajari
serta bercakap-cakap dengan orang yang mumpuni dapat dilakukan. Brown
menggambarkan, jika seorang aktor ingin mengetahui keadaan satu kota tertentu
beserta kehidupannya, yang mana kota tersebut sangat representatif bagi aktor
untuk dipelajari, maka segala hal mengenai kota itu mesti diketahui baik dengan
kunjungan langsung, melalui bacaan, video dokumentasi dan berbicara dengan
orang-orang yang pernah tinggal dan bersinggungan dengan kota tersebut. Brown
ingin memberikan gambaran bahwa mempelajari dunia dan segala keadaannya
berkaitan erat dengan kerangka kerja aktor dalam hal observasi. Ketika seorang
aktor menerima peran yang diberikan, maka kehidupan tokoh yang diperankan harus
benar-benar dipelajari agar kesan pengalaman tokoh secara nyata didapatkan.
Kerja
atau model pembelajaran pengalaman semacam itu dapat mempertajam indra dan
perasaan seorang aktor. Impresi atau kesan pengalaman tokoh yang seolah hidup
karena observasi menyeluruh yang dilakukan akan membawa aktor pada satu titik
di mana tidak ada satupun yang tidak berarti dalam akting. Ya, segala hal yang
ada dan terjadi di dunia ini sangat berarti bagi kerja akting. Sampai pada
titik ini, aktor akan diantarkan pada prinsip “tidak berlebihan”, karena
mempelajari sesuatu hanya dengan mengawangkannya justru akan mengaburkan
kemampuan dan mempertumpul partisipasi.
Aktor,
oleh karena itu, mesti mempelajari karakter yang akan dimainkan dengan
sungguh-sungguh. Ia tidak diperkenankan hanya mengawangkan saja watak dan
kehidupan si tokoh. Jika ini yang terjadi, maka sesuatu yang berlebihan
dipastikan akan muncul. Untuk itu, studi melalui buku, media,
berbincang-bincang dengan orang lain, mengunjungi lokasi yang dapat
merepresentasikan latar tempat tinggal tokoh perlu dilakukan. Dengan melakukan
hal ini, maka seluruh indra dan perasaan aktor akan terlibat sehingga memiliki
takaran terhadap watak dan kehidupan tokoh yang diperankan.
Ketajaman
indra dan perasaan sangat dibutuhkan oleh aktor sebagaimana pelaku seni yang
lain. Untuk itu, studi tentang kemanusiaan bagi aktor sangat penting dan akan
membawa kegunaan yang banyak dalam seni akting. Setiap aktor mesti pintar dalam
menyikapi hal ini. Mempelajari kehidupan dapat menajamkan indra dan perasaan
dan pada akhirnya akan membuat hidup aktor berbudaya dalam kesehariannya.
Brown
menekankan, menjadi aktor tidak perlu pintar sekali dalam konteks sains
melainkan harus berbudaya. Pengetahuan dasar dan sejarah teater mesti dipahami,
karya-karya lakon ternama mesti dipelajari begitu pula dengan karya-karya
akting panggung, film, dan televisi. Untuk menjadi insan berbudaya, apresiasi
harus menjadi kebiasaan. Apresiasi merupakan tindakan positif karena memberikan
penghargaan atas karya orang lain. Dari proses ini (sikap positif),
pembelajaran dapat diperoleh. Lain halnya jika seseorang menyaksikan
pertunjukan, film atau televisi hanya fokus pada kekeliruan, kesalahan,
kekurangan atau bahkan berusaha dengan seksama menyelidiki hal-hal tersebut. Ia
tidak akan mendapatkan pelajaran apapun selain sifat negatif dan usaha
mempertinggi diri yang akhirnya menjauh dari prinsip “tidak berlebihan”.
Kebudayaan
yang mana seni merupakan salah satu bagian di dalamnya senantiasa tumbuh dan
berkembang seiring dengan kehidupan manusia. Dengan membuka diri untuk
mengapresiasi setiap karya yang disaksikan, maka dengan sendirinya seorang
aktor menerima/menyerap perubahan kebudayaan yang terjadi. Keadaan ini selain
akan menambah wawasan dan pengalaman juga akan menguatkan kedewasaan (maturity)
aktor. Untuk itu, aktor diharapkan tidak membatasi visinya sebagaimana batas
dunia yang ia singgahi saja. Aktor, bagaimanapun harus mengembangkan diri
melalui pembelajaran, penjelajahan, dan pengalaman-pengalaman. Ia tidak akan
bergerak kemanapun, jika hanya diam menetap di satu tempat dan meganggapnya
hanya itulah dunia yang ada.
d. Mengembangkan
Kemampuan Tubuh dan Suara
Tubuh
dan suara adalah modal dasar yang dimiliki seorang aktor. Oleh karena itu,
menjaga kebugaran tubuh dan kualitas suara menjadi sebuah keharusan. Brown
mengungkapkan bahwa meningkatkan kemampuan fisik dan suara tidak bisa tidak
harus dilakukan oleh seorang aktor. Hal pertama yang mesti diperhatikan adalah
rileks. Relaksasi, menurut Brown merupakan fundamen untuk segala hal. Demi
mencapai kondisi rileks, seorang aktor dapat melakukan meditasi atau aktivitas
lain yang dapat memproduksi ketenangan dalam diri. Pengalaman pementasan dapat
dijadikan pelajaran. Jika dalam sebuah pementasan sambutan penonton kurang
baik, karena mungkin seni akting yang ditampilkan kurang memesona, maka aktor
tersebut harus lebih rileks pada penampilan berikutnya. Kurang maksimalnya
akting yang ditampilkan dapat digunakan sebagai penanda adanya beban atau
ketegangan seorang aktor dalam berperan.
Kondisi
rileks dapat dibangun dengan membebaskan tubuh. Seorang aktor harus merasa
nyaman dengan keadaan tubuh dalam setiap gerakan. Tubuh semestinya menjadi
medium terbuka bagi ekspresi. Artinya, aktor harus membuka kemungkinan seluas
mungkin bagi tubuhnya dalam berekspresi. Brown lebih jauh menjelaskan bahwa
tubuh aktor mesti menjadi pemancar sempurna bagi gerak hati yang terbuka dalam
menerima rangsangan dan memberikan respons, persis seperti tubuh seorang bayi.
Brown
menyarankan aktor untuk menggunakan teknik Alexander dalam melatih tubuhnya.
Fredrick Mathias Alexander dulunya adalah seorang aktor yang mengembangkan
teknik penggunaan tubuh dan suara secara efektif dalam pertunjukan. Dalam
perkembangannya, teknik Alexander tidak hanya digunakan oleh aktor tetapi juga
oleh olahragawan, pesenam, dan bahkan sekretaris. Secara umum, teknik Alexander
memang dapat diterapkan dalam setiap aktivitas penggunaan tubuh manusia. Secara
dasar, teknik Alexander sangat sederhana di mana seseorang mesti memanjangkan
lehernya dan bernafas secara penuh.
Untuk
memberi gambaran latihan teknik Alexander, Brown menjelaskannya melalui
instruksi sebagai berikut. Tarik dagu ke depan sehingga leher memanjang,
tegakkan kepala sehingga mata bisa memandang lurus ke depan. Kepala dalam
posisi santai sehingga bisa digerakkan dengan mudah. Tulang belakang dari
tengkorak ke bawah mengunci seolah-olah terentang tali dari kepala. Pundak
dalam keadaan normal, tidak ada ketegangan. Dalam posisi ini, nafas ditarik
penuh menggunakan teknik diafragma, punggung terasa mengembang sampai ke
sekeliling dada. Nafas dilepaskan secara kontinyu dan dapat dirasakan
pelepasannya sepanjang leher.
Intruksi
latihan di atas untuk memberikan gambaran bagaimana tubuh mesti dalam keadaan
rileks namun bertenaga. Kondisi rileks ini memang sangat penting dan mesti
dirasakan di seluruh tubuh aktor. Tidak ada ketegangan pada bagian tubuh
tertentu sehingga ketika bergerak atau beraksi dapat leluasa. Ketegangan yang
terjadi pada saat tubuh melakukan aktivitas jika tidak dikelola secara baik
akan menghasilkan cedera. Demikian kira-kira penjelasan dasar dari teknik
Alexander. Namun Brown menyarankan agar aktor berada dalam bimbingan pelatih
yang mumpuni ketika melakukan latihan teknik Alexander, karena selain banyak
jenis latihan juga untuk menghindari kekeliruan yang tidak diinginkan.[2]
Secara
sederhana, kebugaran tubuh seorang aktor mesti dijaga. Kebutuhan tenaga dalam
proses akting kadang-kadang di luar dugaan. Oleh karena itu, daya tahan tubuh
tidak bisa diabaikan. Seorang aktor mesti mampu selalu menjaga tubuhnya sehingga ketika tampil selalu dalam kondisi
sedia. Fleksibilitas tubuh (kekuatan, ketahanan, kelenturan) merupakan satu
kualitas tersendiri yang mesti dikembangkan secara konsisten. Pelatihan tubuh
mesti dilakukan secara menyeluruh karena selain untuk menjaga kondisi
kesehatannya juga untuk mencegah dari terjadinya cedera.
Selain
tubuh, aktor juga perlu membebaskan (memfungsikan secara leluasa) suaranya.
Tentu saja untuk tujuan ini diperlukan pelatih olah suara yang mumpuni sehingga
kemampuan suara dapat ditingkatkan. Brown memberikan saran lanjutan pada aktor
untuk memiliki media bantu, misalnya berupa rekaman pidato atau aksi wicara
lain yang terseleksi dan diakui kualitasnya sebagai bahan latihan mandiri dan
berulang. Karena, sebagaimana halnya tubuh, suara juga merupakan medium terbuka
bagi ekspresi artistik aktor. Kemurnian suara mesti dipelihara dengan penuh
perasaan sehingga kejernihannya dapat dipertahankan.
Dalam
latihan olah suara, Brown menjelaskan bahwa aktor dapat mengarahkan
imajinasinya pada proses produksi suara. Aktor mesti membayangkan suara yang
berasal dari pusat ruang yang ada diperut dan secara kontinyu dan natural
bergerak keluar melalui mulut. Dengan demikian, aktor dapat merasakan peletakan
dan posisi mulut yang tepat dalam setiap komunikasi yang dilakukan. Getaran
bibir, lidah, gigi dan semua organ penghasil suara dapat dirasakan fungsinya
ketika memproduksi suara.
Suara
sebagai elemen vital aktor dalam berakting dapat dijaga kualitasnya melalui
pengembangan diksi baik. Brown menjelaskan bahwa diksi baik memiliki makna,
setiap kata yang terucap oleh aktor harus jelas terdengar tanpa adanya
gangguan. Seorang aktor tidak perlu berusaha untuk mendistorsi suaranya dalam
berbicara. Kadang kala sering terjadi, seorang aktor menyetandarkan suaranya
menurut selera umum dengan pembandingan terhadap suara aktor tertentu. Oleh
karena itu, ia kemudian berusaha sebaik mungkin untuk mendistorsi suaranya agar
terdengar seperti suara aktor yang menurut umum dipandang bagus. Hal ini tidak
perlu dilakukan. Brown, menyarankan agar aktor menggunakan warna suara aslinya,
tidak perlu melakukan distorsi, karena keunikan suara seseorang justru
merupakan kekayaaan. Suara yang unik pasti akan menarik asalkan jelas
terdengar, dengan pengucapan sempurna, sehingga makna kata dan kalimat yang
meluncur dapat ditangkap dengan baik.
Seorang
aktor, seringkali merasa kurang pas dengan aksen yang dimiliki sehingga ia
berusaha menyempurnakan aksen ketika berbicara (akting). Bahkan ada yang merasa
aksen yang ia miliki sebagai akibat dari bahasa ibu yang dipergunakan merupakan
keterbatasan. Padahal, dengan aksen yang dimiliki bisa jadi justru kekhasan
suara didapatkan dan hal ini di dalam produksi teater, film atau televisi
seringkali diperlukan. Satu hal penting untuk dipahami adalah tidak adanya
distorsi ketika memproduksi suara. Oleh karena itu, Brown menegaskan bahwa
aksen asli yang dimiliki seorang aktor tidak perlu dipaksakan untuk berubah,
kalaupun harus dilatih untuk penyesuaian tidak menjadi masalah selama tidak
terjadi distorsi suara dalam prosesnya.
Selanjutnya,
kemampuan tubuh dan suara aktor dapat ditingkatkan melalui pengolahan teknik
dalam pementasan. Banyak sekali teknik akting panggung (pementasan) yang bisa
dipelajari namun di antaranya perlu diperhatikan teknik-teknik nyata yang
diperlukan dalam pementasan misalnya menyanyi, menari, dan ragam adegan laga.
Meskipun penggunaan teknik-teknik tersebut sangat tergantung dari jenis poduksi
dan peran yang diberikan, namun berlatih menyanyi, menari, beladiri dan
koreografi laga sangat penting bagi aktor. Hal penting untuk dilatihkan dan
dimiliki oleh aktor terkait tubuh dan suara adalah dasar teknik tubuh, dasar
teknik suara, pengkondisian tubuh dan suara termasuk kelenturan sehingga ketika
pada saatnya akan digunakan aktor telah siap. Di situlah pentingnya berlatih
menyanyi, menari, dan laga. Bukan dalam rangka untuk menjadi ahli di 3 bidang
tersebut, melainkan membangun kesiapan dan menjaga kualitas tubuh dan suara
sehingga berada dalam keadaan siap untuk dipergunakan.
2. Tekun
Ketekunan
selalu ada dan diperlukan di dalam setiap bidang pekerjaan. Umumnya, setiap
penceramah, penasehat, ataupun pemberi motivasi menyertakan ketekunan dalam
saran-sarannya. Namun memang demikianlah adanya. Brown, juga menyarankan
ketekunan mesti dimiliki oleh aktor. Jika seseorang berkeinginan menjadi aktor
tetapi tidak menyetujui hal ini, karena dianggap klise misalnya, tidak ada masalah.
Bahkan, ketika orang tersebut akhrinya tidak berkehendak menjadi aktor pun juga
tidak ada masalah. Namun, perlu dipahami, bahwa sekali seseorang terjun ke
dalam bisnis akting, maka segala hal yang diperlukan di dalam seni berperan
harus dilalui, termasuk di dalamnya adalah ketekunan. Guna memelihara sikap
tekun, Brown menganjurkan 3 hal yaitu, pantang menyerah, mengakrabi kegagalan,
dan berlatih keras dan baik.
a. Pantang
Menyerah
Seorang
aktor mesti menjaga sifat pantang menyerah dalam usahanya. Brown, menyarakan
agar setiap aktor senantiasa bergerak. Hukum dasar fisika menyatakan bahwa
objek yang bergerak akan memiliki kecenderungan untuk terus bergerak, sementara
objek yang diam akan memiliki kecenderungan untuk terus diam. Sikap pantang
menyerah dalam artian terus bergerak mesti dimiliki oleh aktor. Tiada kata
berhenti, seumpama orang berjalan meskipu tertatih harus tetap berjalan. Ketika
gagal mesti bangkit kembali.
Sebagai
seniman, seorang aktor tidak perlu terjebak pada sesuatu yang telah berlalu.
Apa yang terjadi kemarin, usaha apa yang telah dilakukan dan membuat lelah
secara fisik dan emosi, serta pikiran-pikiran pesimis yang selalu bergelayut
tidak perlu dihiraukan selain menatap tujuan dan berusaha untuk mencapainya.
Demikianlah Brown memberikan penegasan tentang sikap pantang menyerah. Memang
seorang aktor harus fokus pada tujuan dan usaha-usaha untuk mencapai tujuan,
tidak bisa tidak. Karena memang
demikianlah pekerjaan seoran aktor. Tidak ada seorang aktor berhenti berperan di
tengah pementasan berlangsung karena merasa kelelahan atau pesimis dengan
hasila akhirnya. Apapun yang terjadi, pementasan yang telah dilangsungkan harus
diselesaikan. Sikap dan budaya semacam ini mesti bertumbuh dalam jiwa seorang
aktor. Tidak ada kata menyerah sebelum pementasan diselesaikan. Tidak ada kata
menyerah sebelum tujuan dicapai.
Sikap
pantang menyerah mesti dibarengi dengan ketersediaan energi. Oleh karena itu,
seorang aktor mesti mampu mengendalikan tubuhnya. Aktor mesti berkuasa atas
tubuhnya bukan sebaliknya. Kekuatan sesungguhnya merupakan keadaan yang ada dan
dibentuk oleh pikiran. Ketika seseorang mendorong dirinya untuk menaklukkan
tantangan, maka orang tersebut akan membangun kekuatan dalam pikiran yang
menyatakan bahwa ia bisa melewati tantang tersebut dan pikiran inilah yang pada
akhirnya menggerakkan tubuh. Namun ketika seseorang berhenti hanya karena
tubuhnya seolah mengajak berhenti dan dalam pikirannya juga bersetuju untuk
berhenti, maka orang tersebut telah dikendalikan tubuhnya.
Seorang
aktor mesti mengetahui hal terbaik yang bisa dikerjakan meskipun sebenanya ia
kurang menyukainya. Artinya, seorang aktor harus tetap berusaha menampilkan
yang terbaik meskipun peran yang diterima kurang menyenangkan. Karena keharusan
untuk terus bergerak dalam kondisi apapun, maka kemungkinan aktor mendapatkan
peran yang tak diinginkan dalam sebuah produksi itu ada. Pada saat ini, aktor
harus membangun dalam pikiran bahwa ia bisa menyelesaikan tantangan tak
mengenakkan tersebut denga baik. Pikiran ini akan mengarahkan tubuh dan seluruh
energi aktor dalam usahanya melewati tantangan. Jika yang terjadi adalah
sebaliknya, maka aktor telah menyerah dengan dirinya sendiri dan kehendak untuk
terus bergerak menjadi berhenti. Keadaan semacam ini merupakan atmosfer negatif
yang semestinya tidak dimiliki oleh aktor.
Dalam
bekerja, menerima peran yang ditawarkan misalnya, Brown memberi saran kepada
aktor untuk tidak terlalu banyak berpikir melainkan segera mengerjakannya. Hal
ini bukan berarti menerima peran tanpa pertimbangan melainkan mempertimbangkan
penawaran secara pantas saja. Jika terlalu banyak kalkulasi, memikirkan sisi
baik dan buruk, berhitung pemasukan dan pengeluaran, dan hal-hal ribet lainnya
maka kerja tidak akan segera dilakukan. Akan lebih baik jika dipertimbangkan
seperlunya dan kemudian menerima tantangan tersebut yang bisa jadi justru akan
memberikan satu kemajuan. Ketika melakukan satu pekerjaan, maka seseorang akan
mendapatkan banyak masukan termasuk dapat memilah mana yang baik dan berguna
sehingga dapat terhindar dari atau melewati kendala yang ada. Dalam pekerjaan,
seseorang mesti menemukan jalan penyelesain terbaik. Jika jalan tersebut tidak
tertemukan, maka perlu membuat jalan sendiri. Begitulah semestinya aktor
bekerja.
b.
Mengakrabi Kegagalan
Banyak
orang mengatakan kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Brown mengamini
ungkapan ini dan menyarakan aktor juga bersikap sama. Seorang aktor tidak akan
pernah sukes atau menjadi besar tanpa melalui kegagalan. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Thomas Edison dalam memandang kegagalan bahwasanya ia tidak
merasakan kegagalan puluhan ribu kali melainkan justru sukses menemukan puluhan
ribu jalan yang tak dapat dilalui. Dari ungkapan ini, Edison memberikan
pelajaran bahwa kegagalan bukanlah sebuah kegagalan melainkan pelajaran yang
mesti diambil hikmahnya. Dengan kegagalan tersebut seseorang akan mengetahui
bahwa jalan yang ia lalui bukanlah jalan yang tepat untuk ditempuh.
Brown
lebih lanjut menjelaskan, ketika seorang aktor mencoba melalui sebuah jalan dan
menemukan bahwa jalan itu salah, maka aktor tersebut harus mencoba jalan yang
lainnya. Ketika hal ini dilakukan, maka ia akan tetap melangkah kedepan
ketimbang seseorang yang selalu berusaha menempuh dan menakulkkan jalan yang
sama. Orang yang semacam ini terus berusaha di jalan yang sama meskipun salah
hanya agar terlihat superior ketika pada akhirnya mampu melaluinya. Jika aktor
melakukan hal ini, maka telah banyak membuang waktunya.
Seorang
aktor mesti melihat kesulitan sebagai sebuah pesan. Jika kebenaran atau
keberhasilan menampakkan dirinya meskipun selintas, maka setiap orang pasti
akan dapat menempuhnya dengan mudah. Sementara kenyataan yang ada tidaklah
demikian, peluang selalu akan menyamarkan kendalanya. Peluang selalu akan menampakkan
kemudahan untuk diraih namun di sebaliknya bersembunyi banyak rintangan. Dalam
hidup selalu akan terjadi semacam itu. Oleh karena itu, kegagalan bukanlah
sebuah akhir dari sebuah perjalanan melainkan tanda bahwa kita mesti kembali
berusaha melalui jalan lainnya.
Aktor
dapat mengukur kedewasaan diri melalui sebarapa banyak kegagalan yang pernah
dialami. Jika seorang aktor tidak pernah mengalami atau merasakan sebuah
kegagalan, maka bisa dipastikan bahwa aktor tersebut tidak pernah mengambil tantangan
baru atau ia hanya sekedar bermain aman dan nyaman. Pengakuan atas kegagalan
dan kesalahan yang pernah dilakukan mempertandakan bahwa aktor tersebut bisa
bersikap lebih bijaksana daripada sebelumnya. Kegagalan hanya akan menjadi
kegagalan jika tidak diakui, karenanya tidak bisa dijadikan pembelajaran dan
orang yang tidak mau belajar dari kegagalan adalah juga kegagalan. Banyak orang
yang gagal namun justru menyalahkan orang lain atau bahkan malah menyerah.
Seorang aktor yang sukses akan melihat banyak melihat atau menemui kegagalan
sepanjang karirnya karena kegagalan adalah kawan sejati keberhasilan. Oleh
karena itulah, Brown menegaskan bahwa seorang aktor tidak sepatutnya khawatir
pada kegagalan. Hal yang perlu dikhawatirkan justru kesempatan berisi tantangan
yang terlewatkan bahkan sebelum dicoba.
Kegagalan
mesti dapat dimanfaatkan oleh seorang aktor. Apa yang disebut kegagalan bagi
aktor yang satu berbeda dengan aktor lainnya. Jadi, kegagalan sangat bergantung
dari bagaimana seseorang menganggap atau melakoninya. Hal ini dapat mengubah
pandangan seseorang atas kegagalan yang dialami. Ada yang memandangnya sebagai
penyegar sehingga mengubah posisi sebagai korban menjadi petarung. Pandangan terhadap
kegagalan semacam inilah yang mesti dimiliki oleh seorang aktor. Kegagalan
memang bisa membuat seseorang mengasihani diri, namun bagi seorang aktor
kegagalan justru menguatkan.
Rintangan
dapat membangun kapasitas seorang aktor untuk melampauinya, karena rintangan
dapat membangkitkan bakat yang selama ini terbengkalai. Tidak ada seorang aktor
pun yang bertambah bagus kualitas penampilannya hanya dengan bermain aman dan
nyaman. Seorang aktor mesti keluar dari zona nyaman serta menempuh risiko dan
ketika hal ini dilakukan dalam perjalanan karir, maka aktor tersebut akan tahu
apakah keberhasilan atau kegagalan yang menempanya menjadi lebih baik.
Hal
terbaik yang mesti dilakukan oleh seorang aktor adalah melakukan apa yang mesti
dilakukan tanpa banyak pertimbangan. Hal ini justru akan mengantarkan diri
aktor pada kesaradan akan kekuatan dan kelemahan diri. Kondisi ini selanjutnya
akan memperlihatkan takaran ketangguhan dan keinginan yang bisa dicapai. Artinya,
dengan berani menghadapi tantangan, mengambil risiko, dan melakukan usaha-usaha
untuk melampauinya seorang aktor akan diantarkan pada kesadaran penuh tentang
kekuatan yang dimiliki. Dalam bisnis akting, martabat hanya akan dicapai
melalui perjuangan dan dengan perjuangan tersebut rasa penghargaan akan diri
menampakkan wujudnya. Lagipula, tidak pernah ada kemenangan yang dapat diraih
dengan mudah. Semua membutuhkan ketangguhan dalam perjuangan.
c. Berlatih
Keras dan Baik
Referensi
tentang metode pelatihan aktor banyak bertebaran dewasa ini, baik dalam bentuk
buku, video, maupun internet. Hampir di setiap studio atau sanggar teater juga
menawarkan metode pelatihan bagi aktor. Oleh karenananya, tidaklah terlalu
sulit bagi aktor untuk berlatih akting selama memiliki kemauan dan semangat
menjalaninya. Latihan akting bagi aktor tidak akan pernah mudah. Meskipun
banyak pelatih menemukan metode yang memudahkan dalam pelatihan, namun hal itu
merupakan pelatihan dasar atau pemahaman mindset saja, selebihnya atau
peningkatan berikutnya sangat tergantung dari kerja keras aktor. Jadi, seorang
aktor harus mau berlatih keras dan baik (seturut metode pelatihan yang diikuti)
untuk mencapai kualitas akting yang diinginkan. Brow memberikan saran dan tips
bagi aktor dalam berlatih sebagai berikut.
Pertama,
seorang aktor harus memiliki keinginan untuk selalu meningkatkan kemampuan
dengan lebih baik. Keingian ini harus menjadi semacam kebutuhan dalam dirinya.
Untuk itu, tujuan utama harus ditetapkan dan tujuan itu harus dapat dicapai
dengan baik. Jika seorang aktor memiliki tujun untuk memiliki teknik pernafasan
mumpuni, maka ia harus berlatih dengan keras dan benar agar tujuan tersebut
dapat dicapai. Penetapan tujuan dengan demikian memiliki arti penting. Banyak
calon aktor yang tidak memiliki tujuan jelas dalam berlatih karena dalam
pikirannya hanya ingin main teater atau film. Seorang aktor bukanlah orang yang
berlatih hanya untuk coba-coba. Seorang aktor adalah orang berbudaya yang
semestinya memiliki pengetahuan dasar tentang sejarah teater, memahami
karya-karya lakon ternama serta karya-karya akting panggung, film, dan
televisi. Oleh karena itu ia tidak mungkin berlatih tanpa mengetahui tujuan
pasti dari pelatihan yang diikuti.
Kedua,
seorang aktor harus memiliki atau menciptakan model mental bagi dirinya
sendiri. Seorang aktor harus senantiasa menjaga keinginan tentang kualitas
permainan yang ingin dicapai. Keinginan ini mesti ditumbuhkan seiring dengan
usaha-usaha tanpa henti yang dilakukan. Keinginan ini mesti selalu dijaga untuk
meningkatkan elemen/perangkat dalam diri guna menyerap hal-hal baru dan baik
serta mengombinasikannya dengan apa yang telah dimiliki sebelumnya. Artinya,
model mental yang diperlukan aktor adalah mental yang teguh untuk selalu
berusaha dalam mencapa tujuan dengan mau mempelajarai hal-hal baru yang
dihadapi.
Ketiga,
seorang aktor harus benar-benar memperhatikan apa yang dilakukan. Sikap sebagai
observer dan pembelajar dalam diri aktor tidak boleh diabaikan, harus
senantiasa ada. Dalam menjalani latihan-latihan, aktor mesti menaruh perhatian
secara mendetail atas apa yang dilatihkan dan dengan cara tertentu dapat
mengambil nilai pembelajaran darinya. Jika latihan dilakukan secara mekanik,
sekedar diterapkan cara-caranya saja, maka nilai pembelajaran tidak akan
didapatkan dan hal ini tidak memiliki arti penting bagi aktor selain hasil
artifisal semata. Namun sebaliknya, ketika setiap hal kecil dalam latihan diperhatikan
secara menyeluruh, maka nilai pembelajaran atas aktivitas kecil yang dilakukan
dapat ditemukan.
Keempat,
untuk memantapkan usaha yang telah dan mesti dilakukan, seorang aktor
diharapkan mencari balikan atau feedback. Balikan secara umum dapat
dimaknai sebagai masukan, kritik atau evaluasi. Seorang aktor tidak
diperkenankan menilai apa yang telah dilakukan atau dicapai seorang diri. Hal
ini akan membuat prinsip “tidak berlebihan” rawan untuk dilanggar. Menilai
sendiri kualitas akting atau ekspresi artistik yang dilakukan sangat tidak
proposional karena mesti akan subjektif. Untuk itu, mencari balikan dari orang
lain yang dianggap mumpuni seperti pelatih, sutradara, atau aktor senior perlu
dilakukan. Balikan yang diterima mesti dicatat dan diterapkan sehingga
penyesuaian dapat segera dilakukan. Balikan sangat penting artinya karena baik
tidaknya seorang aktor berperan sangat tergantung penerimaan orang lain, dalam
hal ini penonton, dan bukan dirinya sendiri.
Kelima,
seorang aktor mesti terus berlatih secara konsisten. Hal yang mudah untu
diucapkan namun sulit dilakukan karea dalam kenyataa banyak orang yang merasa
dirinya aktor namun hanya berlatih saat produksi akan dilangsungkan. Latihan
seorang aktor bukanlah latihan yang dilakukan sembarangan, sambil lalu atau
hanya sekedarnya. Latihan aktor adalah latihan yang dilakukan secara rutin
(tetap) dan serius. Latihan semacam ini sangat penting artinya bagi aktor yang
paham bahwa penonton adalah orang-orang yang cerdas. Dalam sebuah pementasan, penonton
akan tahu, mana aktor yang berlatih dengan baik dan mana yang tidak. Dalam
sebuah pementasan, aktor tidak bisa membohongi penonton, yang ia lakukan
sesungguhnya hanya membohongi diri sendiri. Mengenai pentingnya latihan rutin
ini, Brown mengutip ungkapan musisi Vladimir Horowitz[3];
“Jika
saya tidak latihan sehari, saya akan tahu. Jika saya tidak latihan dalam dua
hari, istri saya akan tahu. Jika saya tidak latihan dalam tiga hari, maka
seluruh dunia akan tahu.”
Jadi,
latihan rutin dan serius adalah keharusan bagi seorang aktor, jika tidak, maka
semua orang akan tahu bahwa aktor tersebut bukanlah aktor terlatih.
3. Mengembangkan
Kebiasaan Baik
Kebiasaan
atau habit dapat dijadikan penanda kepribadian seseorang. Kebiasaan baik dengan
demikian akan memberikan gambaran persona yang positif. Persona semacam ini
mesti dimiliki oleh aktor. Dinamika pekerjaan aktor yang bergerak dari produksi
satu ke produksi lain dengan model penawaran pekerjaan mesti akan mendapatkan
dukungan melalui persona positif. Mengembangkan kebiasaan baik, menurut Brown,
dapat dilakukan dengan cara membangun disiplin diri dan mengikuti standar.
Kedua hal tersebut selayaknya menjadi perhatian khusus aktor karena dapat berpengaruh
dalam pengembangan karir.
a. Membangun
Disiplin Diri
Pembiasaan
untuk mengelola hal-hal mendasar dalam tata kehidupan sehari-hari mesti
dilakukan oleh seorang aktor. Tindak pembiasaan untuk membangun disiplin diri
dengan tujuan meningkatkan persona dapat dilakukan aktor baik dalam melakukan
pekerjaan (akting) maupun aktivitas-aktivitas kecil di luar pekerjaan pokok.
Membersihkan ruang yang ditempati, meja rias, tas yang dibawa, bangku yang
digunakan, merapikan file, dan menata segala hal yang berantakan dapat
dibiasakan. Selalu menyediakan waktu untuk mengembalikan atau menata kembali
barang-barang yang telah selesai digunakan sangat penting maknanya. Tindakan
mengelola hal-hal mendasar semacam ini akan memberikan pesan positif kepada
diri sendiri dan orang lain, sekaligus melatih untuk menentukan mana yang penting
dan mana yang kurang penting. Pengelolaan sesuatu pasti secara otomatis akan
memilah mana yang prioritas untuk dikerjakan terlebih dulu. Kebiasaan ini pada
nantinya akan mengalir dan berpengaruh dalam menyusun jadwal pekerjaan, janji
pertemuan, dan hal-hal lain yang mendukung pekerjaan aktor.
Melalui
pengelolaan hal-hal dasar, seorang aktor telah mulai membangun disiplin diri
dan memahami skala prioritas. Selanjutnya, sikap yang mesti dijaga dengan baik
adalah menepati perjanjian. Sebelum menepati janji dengan orang lain perlu
dibangun sikap menepati janji pada diri sendiri. Apa yang dipikirkan dan
disepakati untuk dikerjakan harus segera dikerjakan. Bahkan, ketika dalam
pikiran menyepakati untuk berada di satu tempat dalam waktu tertentu, maka hal
itu harus dibuktikan tanpa mengalami kegagalan. Artinya, apa yang dijanjikan
pada diri sendiri harus ditepati. Seorang aktor harus benar-benar membangun
sikap disiplin dan memelihara etik. Jika seorang aktor hanya sekedar mengucapkan
janji (kata-kata) untuk menyenangkan orang, maka etik dan disiplin tidak akan
terbentuk. Di dalam seni peran, kejujuran memiliki kedudukan lebih tinggi
dibanding keharmonisan (hasil baik). Oleh karena itu, jujur pada diri sendiri
dimulai dengan menepati janji atau mewujudkan apa yang diomongkan harus
dimiliki, dipelihara, dan dijaga.
Pada
saat penepatan janji pada diri sendiri terbentuk, maka apa yang dimulai mesti
harus diselesaikan. Seorang aktor yang baik tidak diperkenankan berhenti
sebelum menyelesaikan pekerjaan. Menyelesaikan pekerjaan yang dimulai, apapun
pekerjaan itu, demi pemenuhan janji pada diri sendiri menghasilkan persona atau
kepribadian yang kuat. Sikap seperti ini juga akan melahirkan kewaspadaan dan
kebiijaksanaan di mana seorang aktor tidak sembarang berbicara mengenai
cita-cita atau apa yang akan dikerjakan berikutnya. Pemenuhan janji dengan
selalu menyelesaikan pekerjaan yang dimulai bukan perkara mudah namun harus
tertanam kuat dalam diri aktor. Merencanakan sesuatu adalah sesuatu yang mudah,
hampir semua orang bisa, namun mewujudkan rencana semudah apapun membutuhkan
ketangguhan dan komitmen, dan aktor harus memilikinya.
Penyelesaian
pekerjaan dengan segala tantangan dan risiko yang memerlukan ketangguhan dan
komitmen tidak kemudian membuat aktor membanggakan apa yang telah ia lakukan.
Seberat apapun pekerjan dan secemerlang apapun penyelesaian dengan kualitas
hasil baik yang telah dilakukan, seorang aktor mesti membuka dirinya pada
kritik. Secara umum, orang akan mencoba bertahan dari kritik karena memang
seringkali kritik itu menyakitkan, namun hal tersebut justru dapat memacu aktor
untuk bekerja lebih tekun, keras, dan semakin tak pantang menyerah. Seorang
aktor yang mencoba menangkal kritik dengan keras justru akan terjebak pada
pembenaran yang mengacu pada sumber-sumber tak valid dan seolah mampu
melunakkan kritik tersebut, padahal senyatanya tidaklah demikian. Orang justru
akan menilai bahwa pembelaan keras yang dilakukan sebagai bukti kebenaran
kritik yang tak diakui. Untuk itulah, aktor mesti terbuka pada kritik dan
bijaksana dalam menyikapinya.
Brown menyampaikan
apa yang dikatakan oleh Epictetus[4] tentang kritik sebagai
berikut. “Jika Anda dikritik, maka ingatlah untuk rileks dan terimalah apa yang
disampaikan karena mungkin hal tersebut memuat kebenaran dari perspektif orang
lain, namun yang perlu Anda yakini adalah mereka tidak akan mengerti Anda
sepenuhnya. Sebab jika Anda berusaha menangkalnya dengan keras, maka para
pengkritik justru akan mengobral apapun kelemahan dan kesalahan yang dapat
mereka temukan dalam diri Anda.” Jadi, membuka diri terhadap kritik justru
lebih menguntungkan dibanding mencoba menangkalnya dengan keras.
b. Mengikuti
Standar
Standar
kualitas merupakan ukuran dasar produk dan jasa dalam sebuah bidang pekerjaan. Seorang
aktor mesti mengikuti standar kualitas yang dipersyaratkan, baik dalam konteks
kompetensi seni secara personal maupun dalam kaitannya dengan jasa peran yang
diberikan seturut penawaran dan permintaan tim produksi. Produksi teater, film
dan drama televisi memiliki kekhasan tersendiri dan masing-masing produksi
seringkali memiliki standar khusus yang mesti dapat dipenuhi seorang aktor.
Oleh karena itulah, pola audisi selalu dilakukan dalam produksi profesional
teater, film, dan televisi. Dalam kaitannya dengan standar kualitas, Brown
memberikan saran kepada aktor untuk selalu bertindak profesional, selalu dalam
keadaan siap, dan menjaga kepribadian.
Menjadi
profesional di dalam kerja keaktoran tidak akan sulit dilakukan jika sikap
disiplin diri telah dimiliki. Seorang aktor profesional akan memiliki perilaku
kerja yang baik sehingga tidak mengganggu atau merepotkan orang lain. Ia akan
bekerja secara mandiri dalam artian tidak mengandalkan sepenuhnya pada bantuan
orang-orang yang ada di lingkup pekerjaannya. Di dalam bekerja, aktor
profesional selalu akan datang lebih awal, tidak pernah terlambat, dan selalu
mengerjakan apa yang semestinya dikerjakan. Di dalam produksi teater misalnya,
aktor profesional yang selalu datang lebih awal akan segera menyiapkan diri dan
segala hal yang diperlukan dalam latihan serta melakukan pemanasan. Dengan
demikian ia tidak merepotkan teman lainnya, misalnya, lupa membawa catatan
latihan sebelumya atau bahkan lupa tidak membawa peralatan pendukung yang
diperlukan. Hal-hal yang merepotkan dan mengganggu kerja orang lain semacam ini
harus dihindari. Aktor profesional akan selalu mengerjakan apa yang telah
menjadi tanggung jawabnya.
Berikutnya,
kesiapsiagaan diri dalam bekerja selalu diperlukan. Dengan selalu berlatih
rutin baik ada ataupun tidak sebuah produksi yang diikuti, seorang aktor akan
selalu berada dalam kondisi sedia. Kebugaran tubuhnya terjaga, suaranya
terlatih, dan konsentrasinya berada dalam titik optimal. Rasa percaya,
penghargaan pada diri sendiri, serta semangat pantang menyerah yang telah
ditumbuhkan akan membantu aktor berada dalam kondisi siap untuk bekerja
kapanpun. Ditambah dengan penumbuhan sikap baik seperti menepati janji pada
diri, terbiasa menyelesaikan pekerjaan yang dimulai, bersikap jujur, dan terbuka
terhadap kritik, maka kesiapsiagaan itu tidak perlu diragukan lagi dan
karenanya kerja profesional dapat dilakukan seperti apa yang menjadi tuntutan.
Hal
terakhir yang perlu dilakukan, terkait standar, adalah selalu menjaga
kepribadian. Brown menegaskan bahwa tolok ukur dan nasihat tentang kepribadian
dalam lingkungan pekerjaan tidak akan diperoleh dengan mudah. Artinya, tidak
ada seorang pun yang akan memberi nasihat perkara kepribadian serta memberikan
ukuran tepat kepribadian yang diperlukan dalam kerja pemeranan. Satu hal yang
patut menjadi panduan adalah tujuan utama aktor berada dalam lingkup pekerjaan
tersebut. Meskipun berkawan dengan kru, lawan main atau staf produksi sangat
baik untuk dilakukan namun tujuan utama berada dalam pekerjaan tersebut tidak
boleh diabaikan.
Seorang
aktor profesional tidak akan membiarkan adanya celah dalam diri yang dapat
menghasilkan kebingungan, kebosanan, dan perasaan tak terhubung dengan
pekerjaan. Banyak hal yang dapat menghasilkan situasi semacam itu misalnya,
tata kelola produksi yang kurang baik, rumor yang beredar dan berkembang selama
produksi berlangsung tentang seseorang atau satu hal, atau perkara-perkara kecil
lain yang melahirkan perbincangan. Aktor profesional akan berusaha menjaga
mulutnya, tidak terhanyut suasana, dan fokus pada pekerjaan.
Memberikan
pendapat atau usulan yang sekiranya perlu dilakukan sangat diperbolehkan,
karena dalam proses produksi seringkali diskusi perkara artistik diadakan.
Namun demikian, jika pendapat dan usulan tidak diterima, maka disarankan untuk
tidak memaksakan diri. Bahkan, jika sekiranya tidak yakin pada saran atau
usulan yang akan diberikan, maka lebih baik diam dan mendengarkan. Aktor
profesional tidak akan besikap tak sopan, misalnya dengan bertindak melebihi
kewenangannya, selama proses produksi berlangsung. Banyak aktor amatir yang
melakukan hal demikian, misalnya, memberi komentar pada hasil kerja tata
panggung serta tim produksi lain atau bahkan mengomentari akting lawan mainnya.
Mengomentari akting lawan main memiliki makna kesombongan di dalamnya. Aktor
tersebut ingin mengatakan bahwa aktingnya baik dan akting lawan mainnya kurang
baik. Kesombongan adalah hal mendasar yang patut dihindari oleh aktor
profesional. Selain itu, selama bekerja, aktor profesional juga tidak akan
melakukan banyak komplain, mengeluh atau terlalu banyak menilai. Aktor
profesional akan melibatkan diri dalam produksi sesuai wewenang dan tanggung
jawabnya dengan antusias dan sepenuh hati. (**)
Sumber:
Brown,
D.W. 2009. You Can Act! A Complete Guide For Actors. California: Michael Wise
Production.
[1] Seorang Kepala
Co-Artistik di Studio The Joanne Baron/D.W. Brown yang telah melatih,
menyutradarai, dan membimbing ratusan aktor serta menyelenggarakan seminar
akting bersama Sean Penn, Benicio Del Toro, Anthony Hopkins, Dustin Hoffman,
Susan Sarandon dan Sidney Pollack. Secara khusus ia pernah melatih Robin Wright
Penn, Leslie Mann, Keanu Reaves, Michael Richards, Jamie Kennedy, Nichollette
Sheridan, Michael Vartan, Jenny Garth, Sam Raimi, dan Tom Shadyac.
[2] Untuk mengetahui
lebih jelas mengenai teknik Alexander, bisa dilihat pada tautan berikut: https://alexandertechnique.com/
[3] Vladimir Samoylovich Horowitz
(1903-1989) pianis dan komposer musik dari Russia, dikenal sebagai pianis
terbaik sepanjang masa.
[4]
Epictetus (c.
50-135 Masehi), filsuf aliran Stoic dari Yunani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar