(The Dance of the Darkness)
Butoh adalah tarian kontemporer yang
berakar pada citarasa Jepang. Adalah Tatsumi Hijikata, seorang penari dan
koreografer Jepang yang mempelajari tari modern secara tidak langsung dari
Marry Wigman melalui Takaya Eguchi. Ia memulai karyanya ‘Kinjiki’ (warna
terlarang) pada tahun 1959, berdasarkan novel Yukio Mishima. Pada tahun 1960
Hijikata memberi judul karyanya ‘Ankoku Buyo’ yang kemudian disebut dengan
‘Ankoku Butoh’ (The Dance of The Darkness / Tarian Kegelapan). Dari
karyanya ini kemudian ‘Butoh’ lahir menjadi satu gaya tari kontemporer baru.
Sekilas Butoh nampak sebagai antitesis dari pencarian kebebasan (dalam periode
yang sama) yang dilakukan oleh tarian barat kontemporer. Bahkan dalam tema keduanya;
‘kekejaman, kematian, kegelapan, penyimpangan persebadanan’ – (juga dalam hal) kesamaan perlakuan
terhadap tubuh sebagai ‘kekacauan dasar’ dan (keduanya) merupakan tarian
penolakan.
Keraguan
Akar filosofi Butoh
lahir dari rahim keraguan. Bentuk-bentuk keraguan hadir melampaui masa kini dan
masa depan. Ada banyak jenis keraguan dalam hidup ini yang dimiliki oleh setiap
manusia dalam satu waktu tertentu. Dalam gerak atau ekspresi tarian, keraguan
datang menghalangi. Hal ini membuat penari kehilangan kontak dengan dirinya
sendiri. Mereka lebih banyak memperhatikan detail dan ketepatan gerak daripada
memperhatikan tubuh dan jiwa mereka. Ini membelenggu. Membuat tidak bebas dan
melahirkan kekakuan serta ketakutan.
Seorang penari biasanya terjebak
pada bentuk tampilan benar dan indah dari rangkaian gerakan. Jika mereka lepas
dari hukum ini maka mereka dianggap melakukan kesalahan dan dengan demikian
tarian yang ditampilkan menjadi tidak baik. Kondisi ini menciptakan keraguan
yang pada akhirnya membatasi ruang gerak dan ekspresi. Apakah bergerak di luar
hukum benar dan indah adalah salah? Tentu saja tidak. Mempelajari tari bukan
mempelajari posisi lengan dan lain sebagainya, tidak selalu harus berjalan
dengan metode tertentu atau kontrol gerakan tertentu. Mempelajari tari adalah
belajar kontak dengan diri sendiri, tubuh, dan jiwa.
Spirit Butoh dan Penderitaan
Dalam hidup,
seseorang sering (hanya) berpikir dan bekerja dalam satu hal, sementara di sisi
lain kita memiliki kemungkinan untuk menjadi dua hal yang berbeda dalam satu
waktu. Secara jelas kita bisa membedakan antara seorang petarung dengan pencari
kesenangan. Yang satu memikirkan perkelahian, yang lain membayangkan berbaring
mandi matahari. Meski berbeda keduanya dapat berbagi rasa, yaitu; kebersamaan.
Salah jika seseorang berpikir bahwa kedua kegiatan itu berlawanan satu sama
lain. Seseorang harus bisa melakukan keduanya. Inilah spirit butoh.
Seperti sebuah peperangan, jika
dalam serombongan prajurit ada satu yang menderita kelelahan maka yang lain akan
segera memberikan tangannya sehingga kerugian atau kelemahan itu tertutupi. Hal
ini bisa tercapai karena prajurit yang memberikan bantuan tersebut melakukan
dua pekerjaan dalam waktu bersamaan, yaitu; pekerjaannya sendiri dan pekerjaan
temannya. Dalam tari, banyak pelajar muda yang mempelajari tarian dengan
antusias tinggi. Tetapi mereka cepat lelah dan merasa mudah kehilangan energi.
Mereka hanya mempelajari sisi luar dan sok pamer. Hanya dengan menceburkan diri
secara total ke dalam tari (tubuh dan jiwa / sisi luar dan dalam) maka
seseorang akan menemukan spirit butoh.
Ketika seseorang menghubungkan
tubuhnya dalam aktivitas tari yang sesunggunya maka ia akan benar-benar
merasakan apa yang disebut dengan penderitaan. Perlu disadari bahwa penderitaan
adalah bagian dari hidup kita. Tidak peduli berapa banyak kita menggali
pengalaman ini dari luar, tidak akan ada artinya jika kita tidak menyelidiki
dan menggali secara seksama dalam diri kita sendiri. Kita memang sudah
menderita sejak dilahirkan, untuk itu apa gunanya menjadi penari profesional
jika hanya menuruti pandangan orang? Kalau seseorang dapat hidup damai dengan
menjadi petani, apakah itu belum cukup?
Spirit Butoh, mencoba mengurai
hal-hal di atas dengan seksama dan intens. Seorang penari tidak harus menari
seperti apa yang dikehendaki orang atau seperti apa sebaiknya ia bergerak. Tari
yang sesungguhnya ada bersemayam dalam diri si penari. Dengan memahami
penderitaan, pengalaman-pengalaman penolakan, dan karakter-karakter yang
berlawanan maka seseorang akan menemukan esensi Butoh.
Kekinian, Ketakutan, dan Keyakinan
Hidup yang
sesungguhnya adalah saat ini. Kita harus mengerjakan apa yang perlu dikerjakan
saat ini dan tidak boleh terlalu lama berada dalam satu keadaan dan situasi
tertentu. Hidup adalah bergerak. Terlalu lama berdiam akan menghasilkan
kelelahan. Bagi anak-anak, waktu yang ada hanyalah saat ini. Karena itu mereka
tidak pernah merasa takut. Ketakutan hanya akan memenjarakan diri dan tugas
kita adalah membebaskannya.
Penderitaan diciptakan oleh orang
dewasa yang tidak dapat hidup dengan rasa takut. Penari yang mengikuti spirit
Butoh akan melawan rasa takut alamiah yang ada dalam dirinya. Melawan rasa
takut adalah mengenali rasa takut itu sendiri, hidup di dalamnya, dan memiliki
pengalaman dengannya. Penari Butoh, belajar mengatasi rasa takut dengan
latihan-latihan keras dan bentuk-bentuk yang tidak mengenakkan. Sekali jatuh,
seorang Butoh harus bangkit lagi. Latihan-latihan yang biasa tidak memberikan
pengalaman semacam ini. Spirit Butoh mengajarkan bahwa kegelapan lebih
memberikan makna daripada cahaya yang terang. Seseorang tidak bisa memahami
terang jika tidak tahu bagaimana rasanya gelap.
Semangat tersebut, akan terus
terpelihara dan melahirkan keyakinan diri yang kuat. Dengan mengenali keraguan
dan ketakutan, keyakinan tumbuh kuat dan menancapkan akarnya ke dalam jiwa.
Penari yang yakin (dengan dirinya sendiri) akan menghadirkan keseluruhan
dirinya dalam setiap karya tanpa harus terbelenggu oleh ukuran baik dan benar,
indah dan jelek atau berbagai ukuran apapun yang sering digunakan. Keyakinan
penari Butoh memberikan energi kuat dan harapan besar dalam sebuah karya yang
besar. Untuk mencapai hal tersebut Tatsumi Hijikata memberikan wawasan;
Jangan
surutkan langkahmu, ambilah langkah raksasa!
Seseorang
harus percaya pada energi diri yang lahir dari rahim keraguan.
Seseorang
tidak boleh hanya sekedar menjadi bonsai.
Percayalah
pada energimu sendiri dan jangan biarkan dipengaruhi orang lain.
(*****)
Diterjemahkan
secara bebas oleh Eko Santosa dari:
Hijikata, Tatsumi, “Man,
Once dead, crawl back!’, Butoh: Shades
of Darkness”, dalam Huxley,
Michael, Noel Witts, ed., The Twentieth Century Perormance Reader, Routledge,
London, 1996.
tulisan ini sangat bagus, selain saya bisa mencari inspirasi tentang tugas akhir saya mengenai tarian butoh lebih dari itu saya mendapati hal baru dan pandangan baru tentang tarian butoh dan pandangan baru tentang rasa sakit, perasaan tidak menyenangkan, tubuh yang terbelenggu dan hal-hal yang paling dihindari manusia yaitu penderitaan. terima kasih
BalasHapus